Zaman sekarang, banyak orang melihat sadhaka melanggar sila, sebagian perumahtangga pun mulai mengolok-olok, meremehkan bhiksu, memarahi bhiksu, menyindir dengan pedas, menghina sampai titik paling ekstrim. Bahkan karena sebagian sadhaka melanggar sila, banyak orang kehilangan sradha.
Saat saya baca Sutra di Danau Daun, saya sempat baca Sutra Lautan Samadhi, menemukan bahwa Buddha Sakyamuni menguraikan pada kita: Jangan! Jangan pernah! Buddha bersabda, "Jika seseorang menerima Sila Buddha, maka memasuki tingkatan Para Buddha. Sedangkan, orang awam biasa, asalkan menerima Sila Buddha, ibarat menyandang mutiara Sila nan terang, berkalungkan perhiasan yang paling berharga, tingkatannya setara dengan 3 suciwan, selayaknya dihormati."
Di dalam Sutra Lautan Samadhi mengatakan, pada masa lampau ada 4 orang bhiksu, mereka melanggar Sila, sehingga merasa sangat malu, tidak dapat berlindung lagi pada Sang Buddha. Tiba-tiba di tengah angkasa terdapat suara yang mengatakan, "Wahai, empat bhiksu yang melanggar sila, jangan meremehkan diri sendiri tak tertolong, jangan begitu, Buddha Sakyamuni walaupun parinirvana, namun, Dharmakaya-Nya memenuhi alam semesta, kalian boleh memasuki stupa, memandang wujud mustika dari Sang Buddha, di tengah alis terdapat bulu putih."
Keempat bhiksu yang melanggar sila pun memasuki stupa, rupang Buddha bagaikan wajah asli, sehingga mereka bertobat atas kesalahan sendiri, ibarat gunung besar yang rubuh.
Keempat bhiksu ini, belakangan mencapai pencerahan sejati, yakni:
Buddha Aksobhya di timur.
Buddha Ratnasambhava di barat.
Buddha Amitayus di barat.
Buddha Dundubhisvara di utara.
Itu sebabnya, Sang Buddha menamakannya memandang samadhi Buddha dan Lautan Sila Raja Maharatna, bisa membersihkan dosa-dosa pelanggaran sila, mendapatkan kesucian Dharmata.
Mahāvaipulya mahāsamghāta sūtra mengatakan, "Jika para raja dan bangsawan, memukul dan memaki bhiksu yang menaati sila sebagai bhiksu yang melanggar sila, dosanya sama seperti melukai sepuluh miliar Buddha hingga berdarah, jika melihat orang yang menyandang kasaya, tidak peduli ia memegang Sila atau tidak, tetap anggap sebagai Buddha. Memahami ucapan emas Buddha, tidak meremehkan petunjuk muskil-Nya, tetap tenang dari segala tindakan pukul maupun marah."
Artinya adalah: lebih baik mengendalikan perasaan daripada dikendalikan oleh perasaan.
Melihat orang yang kikir, muncul pikiran berdana.
Melihat orang yang melanggar sila, muncul pikiran menaati sila.
Surangama Sutra mengatakan, "Buddha bersabda tentang 4 jenis ramalan (ramalan sebelum membangkitkan Bodhicitta, ramalan pada awal membangkitkan Bodhicitta, ramalan kebuddhaan rahasia, ramalan kebuddhaan nyata). Kasyapa berkata pada Sang Buddha, mulai hari ini, kami di hadapan segenap insan, menganggap sebagai Bhagavan, jika meremehkan, maka akan melukai diri sendiri. Buddha bersabda, Sadhu, manusia tidak seharusnya mengukur insan, hanya Tathagata, mampu mengukurnya. Atas dasar nidana ini, saya menitahkan pada Sravaka, serta para Bodhisattva agar menganggap insan sebagai Buddha."
Avatamsaka Sutra Bab Menjalankan Ikrar, "Ini juga pikiran yang digunakan untuk menghancurkan sejuta rintangan."
Ada sebuah gatha berbunyi:
Para Buddha di tengah padma layu. Emas murni di dalam kotoran.
Perhiasan tersimpan di dalam tanah. Tunas tumbuh di dalam buah.
Jubah usang tertanam di dalam akar rusak. Di dalam lilitan terdapat rupang emas murni.
Wanita buruk rupa yang miskin dan hina. Bereinkarnasi menjadi raja Cakravartin.
Di dalam lumpur hitam. Terdapat rupang mustika indah.
Loba-dosa-moha insan. Khayalan dan kerisauan.
Di dalam kondisi duniawi. Terdapat Tathagatagarbha.
Ke bawah hingga Neraka Avici. Terdapat badan Tathagata.
Dharma kesucian dari Tathata. Dinamakan tubuh Tathagata.
Teringat ketika saya muda, sangat sakit hati dan membenci sadhaka yang melanggar Sila, ada sadhaka yang melanggar Sila Perzinahan, ada sadhaka yang memperebutkan properti vihara, ada sadhaka yang merampas umat, ada sadhaka yang sangat egois, ada sadhaka yang mendambakan popularitas dan kedudukan, ada sadhaka yang mendambakan kekayaan dan keuntungan, ada sadhaka pembohong besar, dan lain sebagainya.
Saya tidak ada komentar positif untuk orang-orang yang melanggar Sila tersebut.
Namun, sekarang tidak lagi.
Buddha bersabda, "Walaupun kini berada di neraka setan, berarti belum membangkitkan Bodhicitta, Buddha meramalkan kelak pasti bercita-cita besar, bertemu sahabat sejati dan berbudi, menjalankan perilaku Bodhisattva, bahkan mencapai pencerahan sejati, sehingga tidak boleh diremehkan."
Ada sebuah perumpamaan yang baik --
Saat saya berada di Danau Daun, bersamadhi memasuki Goa Dayin (alam baka besar), bertemu Dewa Gunung Dayin, di dalam Goa Gunung Dayin, semua adalah murid Tantra, hanya karena bhavana telah menyimpang, atau ilmu sesat, sehingga menjadi wujud makhluk amanusia.
Saya memberikan abhiseka sarana dan penerimaan Sila ulang, kembali naik Dharmasana menjelaskan Dharma Tantra. Murid Tantra yang melanggar Sila ini, kelak pasti bercita-cita besar, mengolah jalan pembebasan, mengolah jalan kebuddhaan, terakhir mencapai hati Tathagatagarbha, dan akhirnya mencapai pencerahan sejati.
Murid Tantra yang melanggar Sila demikian, di mana pun ia berjodoh, akan menyaksikan Tathagata, mana boleh meremehkan mereka!
Aniruddha dulu menjadi pencuri, kelak mencapai kebuddhaan, bernama Samantaprabhasa, itulah contohnya.