Loading...

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, August 10, 2011

Pentingkah Meditasi Itu? / 禪定重不重要?


Pentingkah Meditasi Itu?
禪定重不重要?

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu


Seorang murid bernama Xu memberitahu-Ku bahwa ia pernah membaca koan Zen berikut:
Seorang sadhaka Zen (yang kemudian hari menjadi Guru Zen Mazu) sedang bermeditasi sementara seorang Guru Zen (Guru Zen Nanyue) sedang mengasah ubin disampingnya.
Setelah selesai bermeditasi, sadhaka Zen penasaran apa yang Guru Nanyue lakukan. Jadi ia bertanya, 'Mengapa anda mengasah ubin?'
Guru Nanyue menjawab, 'Aku mengasahnya menjadi cermin.' Sadhaka Zen itu tertawa dan berkata, 'Bagaimana mungkin anda mengasah ubin menjadi cermin?'
Guru Zen itu membalas, 'Lalu apa yang anda lakukan saat bermeditasi?'
Sadhaka Zen itu menjawab, 'Aku bermeditasi untuk mencapai keBudhaan.'
Guru Zen itu meledak dalam tawa. 'Bagaimana mungkin anda mencapai keBudhaan dengan bermeditasi?'
Murid Xu bingung dengan koan ini. Ia bertanya kepada-Ku, 'Apa makna cerita ini? Haruskah kita bermeditasi? Pentingkah meditasi itu?'


Jawaban-Ku adalah sebagai berikut:
Apa yang dikatakan oleh Guru Zen pengasah ubin itu sangat benar. Orang tidak dapat mencapai keBudhaan dengan bermeditasi.
Ini berarti, adalah tidak mungkin mencapai keBudhaan hanya dengan bermeditasi. Jika anda bermeditasi setiap hari dan hanya itu yang anda kerjakan, anda tidak akan mencapai keBudhaan. Pembaca harus merenungkan dengan seksama makna dari penjelasan-Ku.

Menjelaskan hal ini lebih jauh:
Yang disebut Samyaksambodhi (Penyadaran Budha yang penuh dan sempurna) adalah persis bukan-Samyaksambodhi. Bukan-Samyaksambodhi adalah persis Samyak-sambodhi.
Pembuktian empiris Kedemikianan Sejati (Tathata, Budhatta) adalah persis bukan-pembuktian. Ini persis, membuktikan secara empiris tiada Budha, tiada hati, tiada pemunculan.
Maka, mencapai keBudhaan melalui meditasi, atau mencapai keBudhaan secara langsung melalui meditasi jelas mustahil. Mencapai samadhi tidak sama dengan mencapai keBudhaan.
(Bagi mereka yang telah mencapai realisasi, mereka akan mengerti penjelasan ini, bagi mereka yang belum, tidak akan benar-benar mengerti)

Intinya, orang tidak dapat mencapai keBudhaan secara langsung melalui meditasi.


Lalu, haruskah kita bermeditasi?
Jawaban-Ku adalah kita harus.
Pentingkah meditasi itu?
Jawaban-Ku adalah penting.

'Prajnaparamitha Hrdaya Sutra' adalah persis penyadaran agung Avalokitesvara Bodhisatva setelah memasuki tingkat samadhi yang dalam.

Ini adalah pandangan-Ku:
Aku melatih catur dhyana dalam rupadhatu dan delapan samadhi. Ini persis adalah metode secara bertahap memutuskan kecenderungan kebiasaan seseorang yang merupakan hasil perbuatan masa lampau dari reinkarnasi yang tak terbilang banyaknya.
Meditasi tidak dapat membuat anda mencapai keBudhaan secara langsung. Namun, ia dapat memutuskan benih-benih kecenderungan kebiasaan masa lampau mu (yang kadang ada yang menganggapnya sebagai kecenderungan watak mereka).
Meditasi tidak dapat membuat anda mencapai keBudhaan secara langsung. Namun, ia dapat membuatmu mencapai kebijaksanaan yang pada gilirannya membuatmu dapat mencapai keBudhaan.
Meditasi dapat membuatmu mencapai kebijaksanaan kebenaran relatif dan kebenaran tertinggi, semacam kebenaran transenden. Ini adalah prasyarat untuk mencapai keBudhaan.

Kebijaksanaan yang dapat dicapai seseorang melalui meditasi termasuk:
'Prinsip yang mendasari ilmu perbintangan'
'Prinsip yang mendasari kehidupan biologis'
'Prinsip yang mendasari atom (prana, nadi dan bindu)'
'Prinsip yang mendasari ruang dan waktu'
'Prinsip yang mendasari kekuatan supernatural'
'Prinsip yang mendasari Yogacara, Ajaran Kesadaran-Semata'
dll, dll.

Ketika anda memiliki kebijaksanaan-kebijaksanaan besar ini, maka menjadi jauh lebih mudah bagimu untuk mengenali dan mencapai Kedemikianan Sejati Tathagata (Kebenaran Alam Semesta Yang Demikian Adanya).

Cara Tidur Yang Benar Dalam Membina Roh


Cara Tidur Yang Benar Dalam Membina Roh

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Dikutip oleh Zhiwei Zhu


Shizun pernah memberitahu umur manusia banyak dihabiskan di tempat tidur. Bila sadhaka tidak waspada dan memperhatikan waktu yang sepertiga hari itu, maka latihannya akan menjadi sia sia. Mengapa? Karena pada waktu tidur, chi dari yin (elemen negatif) berkembang sehingga chi yang telah dilatih pada siang hari dapat dicuri semuanya pada malam hari. Bila hal demikian terjadi, sungguh amat disayangkan.

Sadhaka harus berusaha tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi. Cara tidur ini sederhana namun bila dilakukan secara rutin akan memberikan manfaat yang besar.

Cara tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi adalah sebagai berikut:

1. Posisi Tidur.
Posisi tidur yang benar dan sempurna adalah menghadap ke sebelah kanan sehingga jantung kita berada di bagian atas. Posisi ini baik untuk kesehatan jasmani. Posisi tidur kearah kanan ini gayanya seperti singa atau udang yang bertujuan untuk mencegah kebocoran "chi". Boleh meletakkan tangan kanan di belakang kepala. Tangan kiri dijulurkan kebawah secara alamiah saja. Posisi tidur telentang tidak baik karena merupakan posisi mati. Sedangkan posisi tidur tengkurap adalah posisi tidur dalam bentuk "yin" sehingga mudah terkena penyakit.

2. Lama tidur.
Sadhaka hendaknya jangan suka tidur. Waktu tidur jangan melebihi 8 jam. Sewaktu tidur dalam keadaan dan posisi samadhi, harus selalu eling dan waspada. Jangan tidur terlalu lelap karena akan membuat anda lengah sehingga Mara dapat mencuri hasil latihan anda. Jangan juga tidur ayam (tidur dengan gelisah) seperti berpenyakit insomnia karena akan menumbuhkan sifat api didalam badan jasmani yang bisa merugikan mata dan otak. Latihan tidur dalam posisi samadhi harus sering dilakukan dan jangan hanya dilakukan sekali sekali saja. Latihan tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi ini hendaknya berjalan secara alamiah saja. Ketahuilah bahwa setelah lewat jam 12 malam, semua udara "Yang" menjadi sirna dan "chi dari yin" berkembang dimana nafsu muncul sehingga lebih sukar untuk menjaga "chi" diri sendiri.

3. Teknik.
Ingatlah untuk melakukan puja bakti kepada para Budha dan Bodhisattva sebelum tidur. Setelah naik keatas ranjang, pejamkan mata. Lidah dinaikkan menyentuh langit langit mulut agar saluran chi tersambung. Didalam hati menyebut nama Amitabha Budha. Mulut jangan dibuka karena akan mengganggu saluran pernapasan sehingga "chi" menjadi bocor. Telan air liur. Rasakan diri berada didalam alam semesta yang kosong. Lakukan pernapasan dimana napas ditarik panjang tapi dikeluarkan pendek. Kepala agak sedikit melihat kebawah bagaikan bangau atau kura kura yang sedang istirahat.

4. Sila
Sadhaka harus mentaati Pancasila Budhis dan 10 Perbuatan Kebajikan. Singkirkan nafsu duniawi dan birahi. Relax sewaktu berjalan, diam, duduk, dan berbaring. Jangan mengejar kenikmatan duniawi. Hendaknya terus mengingatkan diri bahwa rupa adalah kosong. Setiap hari melatih diri sehingga memperoleh kejernihan. Menyebut nama Budha dengan sepenuh hati.

Bila hal hal diatas dilakukan dengan baik, maka pasti tidak akan bermimpi sewaktu tidur. Orang yang membina diri dengan benar tidak akan sering bermimpi karena mimpi merupakan refleksi dari keinginan hati kita. Bila mengalami banyak gangguan mimpi, hendaknya mengurangi keinginan di siang hari. Makan bervegetarian. Jangan rakus. Jangan tamak harta dan terikat nafsu birahi. Bila keserakahan disingkirkan, maka secara otomatis, tidak akan ada mimpi. Disiang hari pikiran orang umumnya sering mengembara tak henti-hentinya sehingga pada waktu tidur, ia harus menurunkan "air yg murni", "menjaga chi yang sebenarnya", dan berkonsentrasi menyebut nama Budha. Orang yang membina diri dengan benar, bila tidur dan kemudian sadar, akan merasa sepertinya tidak tidur tetapi semangatnya ternyata pulih seluruhnya. Sang Budha berkata, "Tidur merupakan santapan mata." Kata kata ini sungguh benar.

5. Harus bisa menjaga "chi". Yang dapat terus menjaga chi adalah Budha. Yang belum bisa terus menjaga chi adalah makhluk hidup. Tidur didalam keadaan Samadhi adalah hal penting yang harus dilakukan oleh sadhaka. Bila hal yang sangat penting ini dilalaikan, bagaimana orang dapat mencapai keBudhaan?

Semua kitab Taois dan Budhisme mengajarkan orang agar tekun melatih diri. Tetapi umumnya orang tidak menyadari bahwa begitu malam tiba, "chi dari yin" berkembang. Bila tidak waspada, chi yang diperoleh pada siang hari akan berubah menjadi cairan pada malam hari sehingga latihan yang telah dilakukan menjadi sia sia belaka. Orang awam yang melatih tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi akan mendapat umur panjang dan awet muda. Sedangkan, bagi orang yang rohnya telah terbangunkan, latihan ini akan mencegah kebocoran chi dan membuka pintu mistik bagi dirinya. Memboroskan sepertiga umur di tempat tidur dengan percuma adalah sangat disayangkan. Latihlah selama setengah jam setiap hari.

Bagi orang yang rohnya telah terbangunkan, dalam melatih tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi, ia dapat menggunakan cara Ta Wen Yang. Sambil berbaring, menahan napas. Badan bisa membungkuk seperti busur. Caranya sama seperti diuraikan sebelumnya. Bila ia dapat memperoleh petunjuk roh suci dari langit, hasilnya akan lebih baik lagi.

Didalam sebuah sutra, ada sebuah cerita sebagai berikut: Seekor kura kura hidup di sebuah rawa yang kering dan tidak bisa mencari makanan ke tempat yang banyak makanan. Kebetulan datang seekor burung bangau. Maka, si kura kura meminta tolong agar si bangau membawa si kura kura terbang. Setelah sang bangau terbang beberapa lama dan melewati sebuah tempat, si kura kura bertanya, "Dimana kita berada? Mengapa tidak berhenti?" Sang bangau tidak sempat menjawab karena si kura kura sudah terjatuh ke tanah karena membuka mulutnya melepaskan cengkraman pada sang bangau.

Demikianlah kura kura itu melambangkan manusia bodoh yang tidak menjaga mulut dan lidahnya. Cerita tentang si kura kura ini saya kutip sebagai perumpamaan bagi mereka yang melatih diri. Pada waktu berdiam diri, jangan berbicara. Begitu membuka mulut, maka chi akan buyar. Karena itu, sewaktu tidur dalam keadaan dan posisi samadhi, mulut harus ditutup rapat. Nafas yang dikeluarkan pendek saja, sedangkan nafas yang ditarik dilakukan panjang. Mulut dan lidah harus dijaga baik baik dimana lidah diangkat menyentuh langit langit.

Bila roh ingin dibuat tenang, harus bisa terpusat. Bila ingin terpusat, harus menyatukan chi dan roh. Roh mengikuti chi, dan chi mengikuti roh. Akhirnya, chi akan menjadi shen (spirit). Shen (spirit) itulah yang menjadi Budha dan Bodhisattva. Intisari ilmu tentang pembinaan diri terletak disini.

Hari ini, didalam tulisan ini, Shizun telah mengungkapkan cara cara yang sangat fundamental, yang sangat mendasar. Penjelasan tentang teknik tidur dalam keadaan dan posisi Samadhi sungguh sulit untuk ditemukan selama ini. Guru San San Chiu Hou pernah berkata, "Orang yang bijaksana mengerti setelah mewujudkan mimpinya. Sesungguhnya, waktu manusia sangatlah berharga. Orang awam patut dikasihani karena mereka sering bermimpi tanpa mengerti maknanya."

Bukti Adhistana Luar


Bukti Adhistana Luar

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu


Pernah Aku mendengar beberapa Guru Esoterik mengkritik Guru Eksoterik: ' Bisakah anda menjadi Budha hanya dengan melafalkan Nama Budha dan bernyanyi? Jalan masih panjang!' Beberapa Guru Eksoterik mengkritik Guru Esoterik: 'Anda mempraktekkan semua jenis cara aneh dan ganjil. Anda mengatakan anda memancarkan cahaya. Benarkah itu?' Karena Ajaran Eksoterik dan Esoterik mengajarkan metode yang berbeda, tak terelakkan adanya salah faham diantara kedua madzhab itu, dan penolakan serta kritik tak terhindarkan dari guru-guru yang tidak mengerti makna hakiki dari masing-masing Ajaran.

Aku akan menjelaskan perbedaan antara kedua madzhab, dalam hal kekuatan dalam dan kekuatan luar.

Bagi sadhana Esoterik, anda menjadi Budha dalam hidup kali ini juga, kebanyakan dengan kekuatan-dalam ditambah sedikit Kekuatan Luar.
Bagi sadhana Eksoterik, anda memperoleh kelahiran di Tanah Suci Budha kebanyakan dengan Kekuatan Luar, ditambah sedikit kekuatan-dalam.

Terlebih lagi, Budha Dharma selalu menganggap Ajaran Tao sebagai menyimpang (menyembah dewa dan hantu), yang bukan perbuatan yang benar. Sadhaka Tao juga ada perbedaan tingkatan. Tingkatan tertinggi adalah Dewa Emas, dibawahnya adalah Dewa Langit, yang dibawahnya lagi Dewa Bumi, dan dibawahnya lagi adalah Dewa Hantu. Dewa Emas setara dengan Empat Makhluk Suci, juga diluar lingkaran alam tumimbal lahir. Budha dan Tao mempunyai alam yang sebanding. Dewa Langit dalam Tao adalah berbagai Dewa di Sorga dalam Budha, Dewa Bumi dalam Tao adalah para Dewa yang tinggal di dunia ini, sementara Dewa Hantu (鬼仙) adalah para dewa di semua alam.

Di dalam jalan manapun sadhana anda, selama pikiran benar dominan dan menguasai dan pikiran terfokus dapat memancarkan cahaya, meditasi anda akan mendapatkan berkat Kekuatan Luar, sehingga mencapai Pencerahan. Latihan sesuai dengan Ajaran pasti akan menghasilkan respon. Ini yang Aku garisbawahi untuk memberitahukan pada para pembaca. Sebabnya adalah semua Budha adalah baik hati dan welas asih; jika Mereka tidak memberkati dan merangkul mereka yang berlatih dengan tulus, bagaimana Mereka bisa mengatakan mempunyai kebaikan dan welas asih paling agung?

Guru Esoterik berkata, 'untuk menjadi Budha dalam hidup kali ini juga' adalah langsung, sedangkan 'terlahir dengan karma di Tanah Suci' adalah ajaran tidak langsung. Namun, dalam mempraktekkan ajaran Esoterik, kita juga memerlukan Kekuatan Luar untuk adhistana. Aku akan menuliskan ini dalam bab berikutnya. Yang mendiskusikan adhistana Kekuatan Luar di Tanah Suci.

Madzhab Tanah Suci dibawa ke China oleh biksu India Budhacinga (232-348) di jaman Dinasti Jin Timur dan Dinasti Utara dan Selatan. Pertama-tama Ia ajarkan Ajaran-Nya kepada Tao An, kemudian Master Hui Yuan (334-416) mendirikan madzhab itu. Ketika Master Hui Yuan sedang membaca Sutra di Loteng Sutra, Ia menemukan Sutra Amitabha versi pendek. (Yang asli sangat panjang: Sutra yang dilindungi semua Budha yang memuji pahala takterbayangkan dari Tanah Suci.) Sutra itu bercerita tentang kelahiran di Tanah Suci dengan melafalkan Nama Budha. Master Hui Yuan percaya inilah cara paling mudah, dan Ia mendirikan Madzhab Tanah Suci untuk melatih itu.

Amitabha Sutra berkata: 'Sariputra, jikalau seorang pria atau wanita berbudi mendengar tentang Amitabha, dan melafalkan Nama-Nya selama satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari atau tujuh hari, sepenuh hati dan pikiran, ketika orang itu meninggal, Amitabha dan para Budha lainnya akan muncul di hadapannya; jika pikiran orang itu tidak bingung, ia akan dapat terlahir di Tanah Suci Sukhavati Amitabha.

Paragraf ini dalam Amitabha Sutra membuat para sadhaka percaya bahwa Jalan Tanah Suci sangatlah mudah, dan karena itu, Madzhab Tanah Suci berkembang. Sebab kedua adalah Jalan Tanah Suci dapat dilatih oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, mengandalkan lebih kepada pemberkatan Kekuatan Luar daripada kekuatan sendiri. Hal ini membuat Jalan ini sangat mudah digunakan.

Namun, Aku percaya adalah juga sangat sulit melatih Ajaran Tanah Suci. Kesulitan terletak pada 'pikiran tidak bingung' dan 'sepenuh hati dan pikiran'. Saat kita meninggal, enam kerabat yang ditinggal pasti akan datang menjenguk kita, setan yang dihasilkan oleh karma kita juga akan datang menjemput kita, dan yang terutama adalah anggota keluarga kita akan menangis dan meratap. Dengan keadaan seperti itu, sedikit saja orang yang dapat menjaga pikirannya tidak bingung dan mengatasi semua gangguan pikiran. Meskipun kita katakan Pintu Dharma ini mudah digunakan, adalah tidak mudah terlahir di Tanah Suci Budha tanpa kekuatan konsentrasi yang besar.

Kekuatan apa yang kita perlukan untuk tidak terganggu pikiran dan tidak bingung? Tak lain dan tak bukan adalah kekuatan samadhi. Itulah sebabnya Aku berkata jika anda tidak melatih kekuatan samadhi, pikiranmu akan bingung dan terganggu, membuatnya sulit pergi ke Tanah Suci Barat.

Sebenarnya, di Tanah Suci Barat, terdapat 36 triliun 119.500 Amitabha dengan Nama yang sama. Di Tanah Suci Budha, ada empat Tanah dan sembilan tingkat, sesuai dengan sembilan tingkat aspirasi Tanah Suci Amitabha. Yang tertinggi adalah Tanah Luar, Cahaya Keheningan, tinggal Mereka yang mencapai Pencerahan Sempurna (tingkat 13), dan Pencerahan Menakjubkan (tingkat 12) tinggal --itulah Tanah para Budha. Tingkat tertinggi berikutnya adalah 'Tanah Tiada Halangan sebagai pembalasan sejati bagi pelatihan meditasi', dimana Mereka dengan Pencerahan Persamaan tinggal (tingkat 8, 9, 10, 11). Berikutnya adalah 'Tanah yang dibangun sementara bagi Mereka yang telah menghancurkan kejahatan nafsu besar, sehingga mencapai kebebasan dari khayalan yang harus diatasi.' Disini terdapat Bodhisatva dan Arhat dari tingkat 1 sampai 7, yang dikelompokkan sebagai kelahiran tertinggi pada tingkat tertinggi. Yang terendah adalah Tanah dimana orang awam dan para Suci tinggal bersama. Dari kelahiran tengah dari tingkat tertinggi, turun ke kelahiran terendah dari tingkat terendah adalah Alam Dharma Kara yang tercipta dari Maha Prasetya Welas Asih Amitabha, untuk tubuh penjelmaan. Mereka semua yang tinggal di sini masih ada karma. Ini bukan tingkat tinggi. Tubuh penjelmaan butuh latihan, meditasi dan melafalkan Nama Budha, perlu mengunjungi berbagai Tanah Suci Budha, dan perlu membuat persembahan bagi para Budha sepuluh penjuru. Sederhananya, Tanah untuk orang awam dan Suci adalah 'kelas persiapan' untuk keBudhaan dan keBodhisatvaan.

Aku merasa jika sadhaka Tanah Suci juga belajar meditasi, kemudian mereka juga belajar visualisasi, sebagai tambahan pelafalan Nama Amitabha, memikirkan Amitabha dan melihat pratima Amitabha. Kekuatan sendiri dari meditasi dan Kekuatan Penjemputan Amitabha akan melebur membawa sadhaka ke Tanah Suci Barat tanpa sangsi lagi. Meditasi cahaya khususnya sangat efektif, dan jika sadhaka Tanah Suci juga melatih meditasi, mereka pasti mencapai Tanah Suci Barat. Inilah: 'Meditasi tanpa Ajaran Tanah Suci dari sepuluh kasus sembilan akan tersesat. Meditasi dengan Ajaran Tanah Suci akan seperti macan tumbuh tanduk.' Ini menjelaskan keduanya sangat penting.

Disini Aku jelaskan bagaimana melakukan visualisasi:

Bayangkan dirimu sebagai Amitabha, berdiri diatas tahta teratai dengan pakaian merah, memegang teratai emas di tangan kiri, tangan kanan dijulurkan ke bawah dengan jari-jari lurus untuk membentuk Mudra Welas Asih. Disisi kanan berdiri Avalokitesvara Bodhisatva, berwarna putih dengan tangan kiri terjulur ke bawah dan tangan kanan memegang teratai putih yang mekar. Disebelah kiri berdiri Mahastamaprapta Bodhisatva, berwarna merah muda, dengan tangan kanan terjulur ke bawah, dengan tangan kiri memegang sebuah lonceng. Bayangkan lebih jauh dibelakang Amitabha diri sendiri terdapat awan-awan manggala, ada sesosok Budha duduk di tahta teratai yang merupakan Bodhicitta dari Jatidiri anda. Tangkai bunga teratai turun dari cakra mahkota anda sampai ke cakra pusar anda.

Japalah empat kali mantra catur sarana: 'Namo Kulupei, Namo Putaye, Namo Tamoye, Namo Shengciaye.'
Japa syair pengembangan Bodhicitta, sesuai dengan sumpah anda.

Sekarang japa: 'Hum' sembilan kali, dan ucapkan sekali dengan suara keras, untuk menunjukkan ubun-ubun kepala terpukul dan terbuka dan memancarkan cahaya lima warna dari Budha. Didalam cahaya muncul inkarnasi dari Trisuci Tanah Suci (Amitabha Budha, Avalokitesvara Bodhisatva, Mahastamaprapta Bodhisatva), dan awan-awan manggala mulai bercahaya. Tangkai teratai Bodhicitta Jatidiri juga memancarkan cahaya putih yang sangat kuat, bergerak ke cakra pusar melalui cakra mahkota.
Pada tahap ini, satu saat cahaya Budha lima warna naik, saat berikutnya cahaya putih turun ke cakra pusar, sampai menjadi semacam peredaran. Ini akan terjadi tujuh kali.

Setelah lengkap, japalah mantra konsentrasi: 'Om, Y-ma, loh-nee, ze-din-deeh-ye, sa-he'. Japa mantra ini 108 atau 1000 kali.

Sekarang japa syair Pelimpahan Jasa: 'Pada saat aku akan meninggal, semoga semua halangan terhapuskan. Semoga aku mencapai dan melihat Budha, dan melampaui hidup dan mati, dan semoga aku seperti Budha, menyelamatkan semua makhluk hidup dari penderitaan.'

Latihan selesai.

Penulis tahu, akan tetapi hal yang paling penting dalam latihan adalah melakukannya setiap hari tanpa jeda. Jangan lakukan setiap sepuluh hari sekali! Lakukan latihanmu sebagai PR resmi harianmu. Apa yang penting khususnya adalah pikiranmu yang terpusat; jangan ikuti kecenderungan kebiasaanmu. Jika pikiranmu dijauhkan dari urusan duniawi, anda akan secara alamiah membangun afinitas dengan para Budha dan makhluk sorgawi. Kombinasi Ajaran Tanah Suci dengan meditasi adalah metode yang sangat luarbiasa. Ketekunan harian cepat atau lambat akan membawa tanggapan dan berkah dari para Budha dan makhluk sorgawi.

Jika para Guru Esoterik mengkritik Guru Eksoterik, yang pertama yang salah. Jika Guru Eksoterik mengkritik Guru Esoterik, yang pertama yang salah. Jika orang Budha mengkritik orang Tao, orang Budha yang salah. Alasan semua itu adalah meskipun metode bhavana berbeda-beda, perbedaan hanya terletak dalam hal kadar kekuatan sendiri dan Kekuatan Luar. Sadhakan Esoterik juga menggunakan Kekuatan Luar untuk adhistana, dan tiada alasan mentertawakan sadhaka Eksoterik. Tidak pula untuk sebaliknya.

Prabhasara Yoga dalam Mahamudra


Prabhasara Yoga dalam Mahamudra

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu


Aku secara rahasia telah melatih mantra yang disebut 'Dharani Raja Cahaya Besar Tak Terkalahkan Yang Memancarkan Nyala Cahaya Suci ke Seluruh Alam Semesta (普遍光明清淨熾盛無能勝大明王陀羅尼). Kebanyakan orang hanya menyebutnya 'Mahapratisara Dharani'. Mahapratisara adalah nama Sansekerta sang Bodhisatva dan Ia juga dikenal dengan Bodhisatva Maha Pengabul Permohonan 「大隨求菩薩」, yang tinggal di Bagian Teratai Mandala Garbhadhatu.

Mahapratisara Bodhisatva berwarna kuning tua. Ia mempunyai delapan lengan. Lengan kiri-Nya yang paling atas memegang teratai dengan cakra emas menyala diatasnya. Tangan-tangan kiri lain dibawahnya (dari atas ke bawah) memegang Kitab Suci Daun Palem, Panji Dharma, Tali Penjerat. Tangan kanan-Nya yang paling atas memegang Vajra Lima Sula, diikuti dengan tangan lain memegang Trisula, Pedang, dan Kapak Perang.

Bagaimana Ia mendapatkan nama Bodhisatva Maha Pengabul Permohonan? Bodhisatva ini terkenal senang mengabulkan harapan makhluk hidup kalau mereka mengaltarkan pratima-Nya, melafalkan Nama-Nya dan menjapa mantra-Nya. Dengan melatih ini, semua keinginan akan terkabulkan. Nama lain untuk Bodhisatva ini adalah Maha Vidyaraja, yang menjelaskan cahaya besar yang memancar dari tubuh-Nya.

Bodhisatva ini pernah memberitahu-Ku sebuah rahasia bahwa semua cahaya dibedakan oleh berbagai tingkatan. Ini cocok dengan apa yang pernah Aku katakan dulu:

Tathagata Amogasidhi memancarkan cahaya hijau yang indah yang lahir dari kemurnian mutlak, sedangkan cahaya hantu alam asura memancarkan cahaya hijau gelap. Dua alam itu sangat besar perbedaannya.
Tathagata Amitabha memancarkan cahaya merah yang indah yang lahir dari kemurnian mutlak, sedangkan alam preta memancarkan cahaya merah muda. Dua alam itu sangat besar perbedaannya.
Tathagata Ratnasambhava memancarkan cahaya kuning indah yang lahir dari Prajna murni yang luarbiasa, sedangkan hantu-hantu di dunia manusia memancarkan cahaya kuning muda dan kebiruan. Dua alam itu sangat besar perbedaannya.
Tathagata Aksobhya memancarkan cahaya putih indah yang lahir dari Prajna cermin besar, sedangkan hantu-hantu di alam neraka memancarkan cahaya putih yang mirip asap dan berkabut. Dua alam itu sangat besar perbedaannya.

'Bedakan cahaya dengan hatimu. Ketika cahaya ini memancar padamu dan memberikanmu suatu rasa yang sangat nyaman dan enteng, maka ini adalah Cahaya Budha. Namun, ketika cahaya itu kotor dan kacau, membuat rasa tidak nyaman dan mengganggu, maka anda harus tahu cahaya ini datang dari makhluk hantu. Bahkan, Cahaya Budha selalu memancar seperti mustika dengan nyala yang kemilau, Ia juga mempunyai pancaran seperti berlian asli. Cahaya mahluk hantu cenderung lemah, menggoda dan menjerat, seperti berlian palsu. Orang harus memahami cahaya-cahaya ini dengan teliti untuk terhindar dari cahaya salah dan masuk ke dalam alam spiritual yang salah.'

Menurut bimbingan Mahapratisara Bodhisatva, ketika orang masuk ke dalam penyerapan samadhi pada tingkat paling dalam, cahaya akan muncul. Cahaya-cahaya ini adalah hasil perpaduan ganda samadhi dan prajna. Pancaran cahaya prajna akan meningkat lebih terang dan akhirnya cahaya-cahaya itu akan menghapuskan semua avidya. Sekali avidya terhapus, maka hilanglah semua rintangan.

Saat cahaya-cahaya itu menjadi benar-benar jernih dan transparan, dan jika sadhaka dapat mempertahankan kondisi yang stabil, cahaya sadhaka akan melebur dalam Cahaya welas asih para Budha yang melingkupi Dharmakaya Tathagata sepuluh penjuru. Ini sama dengan cahaya dua cermin yang saling memantul. Cahaya dari hati sadhaka berinteraksi dan berinterkoneksi dengan Cahaya para Budha dengan cara yang mesra dan halus yang tidak mungkin mampu dicerap dan difahami oleh orang luar. Kemanunggalan dua wujud cahaya ini sangat murni dan agung, dan ketika orang tinggal dalam kondisi manunggal ini, ini merupakan Yoga Cahaya Murni (T: hod-gsal; 'od gsal; S: prabhasvara).

Aku pernah menulis buku yang menjelaskan Yoga Cahaya Murni ini, yang menjadi Cara Meditasi Bercahaya. Ia menjelaskan poin berikut:
1. Fokuskan roh, dimana orang terserap dalam mata spiritual.
2. Kosongkan pikiran, dimana orang melihat sifat sejati segala hal.
3. Keheningan terus-menerus, dimana cahaya muncul.

Yoga Cahaya Murni terutama berkaitan dengan ajaran 'peleburan'. Dalam pengalaman-Ku, sebagai contoh, Aku dapat melebur dengan cahaya matahari murni ketika matahari bersinar terang, dan melebur dengan cahaya bulan saat malam hari. Aku dapat keluar dan masuk cakra mahkota karena cahaya didalam diri-Ku memantul sesuai dengan niat pikiran dan roh Ku.

Guru-Guru Tibet yang mengajarkan Mahamudra meminta para murid pertama-tama mengenali 'rupa asli cahaya' kemudian belajar 'memperbedakan tahapan dan tingkatan perbedaan antara berbagai jenis cahaya murni', sebelum akhirnya mengenali pencapaian cahaya murni. Bagian pertama itu teoritis. Bagian kedua berkaitan dengan memperbedakan perbedaan antara cahaya-cahaya yang dicapai sadhaka. Bagian ketiga menjelaskan bahwa melalui bhavana, cahaya sadhaka akan mencapai respon dengan Cahaya Budha, sehingga mencapai alam prajna dan Cahaya Murni melalui peleburan dua cahaya.

Sekarang Aku akan mengungkapkan suatu rahasia pada anda:
Darimana cahaya itu datang? Cahaya muncul dari ruang jeda antara akhir suatu pikiran dengan timbulnya pikiran berikutnya. Cahaya dihasilkan dari ruang diantara dua pikiran. Inilah Samadhi Mahamudra, rahasia yang diajarkan Yang Arya Tilopa: 'Jangan memikirkan apapun, jangan mengejar apapun. Ketika anda tidak memikirkan, tidak merenungkan kesadaran awal Alam Semesta atau memikirkan cahaya roh asal, dalam kondisi ini Cahaya Murni akan muncul sendiri. Cahaya ini bukan berasal dari Kesadaran Alam Semesta, juga bukan dari diri sendiri, akan tetapi Cahaya Murni yang memang sudah ada dengan sendirinya. yang muncul seluruhnya diantara ruang antara dua pikiran. Cahaya itu sendiri murni secara spiritual dan hidup!'

Sebuah syair:
Cahaya murni dan sempurna yang memancar sudah ada sendiri di alam.
Antara dua pikiran Ajaran Sejati ditemukan.
Dengan pewarisan dari Vajra Guru,
Sadhaka melebur dengan Cahaya paling Agung

Dalam Samadhi Mahamudra, sadhaka yang mencapai Yoga Cahaya Murni seperti Vajra Guru Bermahkota Merah Suci, Shengyen Lu, Yang Arya Liansheng, akan tahu bahwa Guru dapat menembus semua alam ilusi dan bentuk ilusi dalam satu kedipan mata. Cahaya Budha asli telah terwujud dari Pencerahan-Ku. Cahaya ilusi tidak lagi dapat menipu dan menjerat-Ku. Yang telah Cerah telah lama mencapai sukacita kebebasan, yang merupakan kebahagiaan sejati.

Orang Cerah dengan demikian dianugerahi dengan Cahaya Murni; setiap tindakan-Nya adalah ungkapan dari hati tulus yang tidak menyisakan tempat untuk keragu-raguan. Ia melihat semua jalan tanpa hambatan dan jelas. Aku tahu bahwa setiap orang yang mencapai tingkat spiritual ini telah mencapai alam tertinggi Samadhi Mahamudra, yang merupakan bhumi keBudhaan. Tubuh, ucapan dan pikiran seseorang dimurnikan, dan semua sidhi yang timbul dari buah keBudhaan mewujud dalam bentuk murni. Pencapaian itu sungguh luarbiasa.

Secara prinsip, apakah seseorang itu aktif atau diam, akan tidak ada rintangan. Orang itu bebas hidup di tengah keramaian atau penyepian sampai mencapai Nirvana. Setiap tindak tanduk dan perbuatan Orang Cerah adalah paling mulia, dan Ia dianugerahi berkah dan pahala terbesar di langit dan di bumi. Inilah pencapaian taktertandingi yang diperoleh dari Cahaya Murni Mahamudra.

Pada alam Pencerahan, masih ada kebenaran paling unik yang akan Aku ungkapkan disini: Alam Kedemikianan tidak dapat dialami melalui perenungan atau pengamatan. Ia tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Karena timbul dan tenggelamnya pikiran tidak ada, tiada kata-kata yang tersedia yang dapat memberikan penjelasan lengkap tentang Kedemikianan. Kebenaran dan kejahatan juga tidak ada. Menganggap sesuatu sebagai 'benar' hanya produk dari timbul dan tenggelamnya pikiran. Ia tidak dapat ditempatkan pada alam Kedemikianan. Alam Kedemikianan ini transendental. Ia diluar penjelasan dan tiada makhluk fana duniawi dapat memahaminya.

Hanya setelah Aku mencapai kesuksesan melatih Yoga Cahaya Murni barulah Aku dapat menghargai apa yang dikatakan Miralepa. Guru Miralepa pernah memberitahu-Ku bahwa sadhaka Vajrayana yang mencapai Pencerahan Dalam dengan samadhi dan yang upayanya dipusatkan pada bhavana diri, akan dianggap sebagai orang yang telah mencapai Budha Dharma dan mencapai Pencerahan.

Barangsiapa yang latihannya tidak diarahkan ke dalam untuk mencapai samadhi, dan mencari pembuktian luar, dianggap sebagai melatih bentuk sesat dari samadhi.

Maka, Aku tahu kebenaran berikut:
'Jalan Sejati' mencari pencerahan dengan mengarahkan ke dalam diri.
'Jalan Sesat' mencari pencerahan di dunia luar diri.

Banyak Guru Dharma, biksu dan biksuni suka menuduh agama lain sebagai sesat. Namun, perbedaan antara 'Jalan Sejati' dengan 'Jalan Sesat' tidak ditentukan oleh ajaran agama, tetapi dengan pemisahan 'perhatian ke dalam diri' dan 'perhatian ke luar diri'. Inilah penemuan-Ku setelah mencapai Pencerahan, ia sesungguhnya merupakan penemuan yang paling kuat meyakinkan.