ADHISTANA YANG BERUPA COBAAN
★ Homage To Dharmaraja Liansheng
★ Homage To Sarasvati Bhagavati
Translated by Lianhua Jun Shi An
Sesungguhnya adhistana Buddha ada dua macam, yaitu adhistana sesuai kehendak (Shun Jiachi) dan adhistana cobaan (Ni jiachi) atau yang secara harafiah adalah sesuatu yang tidak sesuai harapan.
Mahaguru Lian-sheng seringkali mengajarkan kita bahwa saat kita mengalami kemalangan, tertimpa musibah, dicelakai orang dan lain sebagainya merupakan sarana untuk memperkokoh keyakinan kita pada Dharma dan merealisasikan ksanti Paramita. Mahaguru menyebut ini sebagai adhistana cobaan (Ni Jia-chi). Adhistana cobaan ini terutama dikenal dalam kalangan Buddhisme Mahayana dan Vajrayana, banyak bhiksu agung yang telah memberikan Dharmadesana mengenai adhistana cobaan ini. Dasar dari keyakinan
mengenai adhistana cobaan ini adalah keyakinan bahwa Dharma ada dalam segala peristiwa, sehingga segala peristiwa yang pada dasarnya memang merupakan corak Dharma ditransformasikan sebagai adhistana (penguatan) baik itu yang berwujud dukungan maupun sesuatu yang bertolak belakang dengan harapan. Hal ini merupakan bentuk metode pelatihan batin supaya dalam setiap saat hidup umat tidak akan terpisah dari penginsafan akan Tri-ratna. Dengan demikian Buddhisme bukan lagi sesuatu yang nampak jauh , kering, membosankan dan terpisah dari berbagai fenomena sehari hari.
Selain itu, salah satu dasar dari keyakinan akan adhistana cobaan adalah banyaknya Sutra Mahayana dan Vajrayana yang menyebutkan bahwa Buddha sendiri juga turut serta dalam proses berulang-ulang penciptaan – pemeliharaan – peleburan alam semesta (Penginsafan Dharma pada segala sesuatu dan peristiwa), dimana kekuatan – kekuatan Dharmakaya di transformasikan sebagai berbagai bentuk Dewata semesta.
Bahkan Vimalakirti Sutra, Sutra 12 Dewa dan lain sebagainya dengan gamblang menyebutkan bahwa Mara sendiri yang memiliki kekuatan pengerusakan bahkan mampu merusak keyakinan, merupakan manifestasi Buddha sendiri dengan adhistana yang nampak berlawanan.
Terhadap satu peristiwa yang sama, dua orang yang berbeda akan menghasilkan dua tafsir atau penginsafan yang berbeda pula, "tingkatan kebijaksanaan" merupakan salah satu kunci untuk memahami bagaimana suatu peristiwa disebut sebagai kemujuran atau kesialan.
Contoh lain suatu peristiwa yang nampak sebagai suatu kemalangan adalah peristiwa wafatnya Arya Mahamaudgalyana. Dan masih banyak lagi kisah – kisah yang unik dalam sutra.
Memang kebanyakan manusia di dunia ini cenderung lebih memahami adhistana yang bersifat sesuai kehendak dan adhistana ini lebih banyak menumbuhkan keyakinan awal umat pada Buddha Dharma, namun dengan demikian bukan berarti tidak ada berbagai bentuk adhistana lain yang selaras dengan berbagai upaya yang terampil dalam menyelamatkan para insan dan kasus yang berbeda-beda //end//
Sembah Sujud Pada Dewa Mara dan Bala Tentara Mara
Source : Grand Master Book 92
Gatha Namaskara Pada Dewa Mara dan Bala Tentara Mara :
Namaskara pada adhistana cobaan dari Dewa Mara. Yang menempa supaya sraddha bertambah kokoh.
Namaskara pada adhistana cobaan Dewa Mara. Yang membangkitkan batin Vajra nan virya.
Namaskara pada adhistana cobaan Dewa Mara. Sehingga siswa paham makin tinggi mara, maka makin maju dalam jalan Bodhi.
Namaskara pada adhistana cobaan Dewa Mara. Manifestasi Bodhisattva Vidya nan agung.
Saya ( Buddha Hidup Liansheng) memberitahukan kepada Anda sekalian, sesungguhnya Dewa Mara adalah manifestasi dari Bodhisattva Bhumi Mendalam (ket penterjemah: Bodhisattva tingkat tinggi yang berkebijaksanaan sejajar dengan Buddha, disebut sebagai Bodhisattva karena aktivitasnya.) , dengan kata lain Mara adalah manifestasi Buddha, fungsi utamanya adalah untuk memberikan ujian, ini merupakan manfaat adhistana cobaan, supaya sraddha sadhaka bertambah kokoh, bertambah tekun dan disiplin, supaya praktek Buddha Dharmanya makin tinggi, melampaui segala macam mara, ini merupakan budi jasa dari Dewa Mara, oleh karena itulah sadhaka harus menghaturkan namaskara pada Dewa Mara dan Laskar Mara. (Kutipan buku Mahaguru usai)
ADHISTANA COBAAN MEMBUAT KAMI SEKELUARGA BERSARANA
Source : Enlightenment Magazine
Oleh : Shen Zi-shuang
Saya masih ingat, waktu bersarana pada Mahaguru , saat itu saya masih berusia sembilan tahun,saat masih belum mengerti apa-apa, ini semua ada hubungannya dengan ayah. Saya pernah bertanya kepada ayah : “Kenapa membawa kami sekeluarga untuk bersarana ?”
Tanpa ragu, ayah mengatakan bahwa ini semua karena Mahaguru telah menolong kami sekeluarga lepas dari masalah ekonomi. Ayah mengatakan bahwa tahun itu ( dua tahun sebelum saya bersarana)karena kegagalan dalam berbisnis, saat kondisi kehidupan berada pada titik terendah, tanpa disengaja menemukan buku Mahaguru di sebuah stand buku, buku itu berjudul “Kekuatan Mistik” (Xuanmi de Liliang // The Mystical Power) . Di tengah kondisi buntu itu, berharap bisa memperoleh jawaban dari buku tersebut. Usai membaca buku tersebut, ayah langsung menulis surat untuk berkonsultasi dengan sang penulis , saat itu dalam surat balasan Mahaguru hanya menulis : “Tidak perlu bertanya-tanya mengenai apapun lagi, sekarang telah memberi Anda abhiseka bersarana, tekunlah menjapakan Mantra Mulacarya dan Sutra Raja Agung Avalokitesvara , kelak engkau akan memahami semua.” Demikianlah Mahaguru memberi abhiseka sarana pada ayah.
Setelah menerima surat balasa itu, ayah mulai tiap pagi dan malam melafal sutra dan menjapa mantra, dengan harapan semoga kekuatan Buddha dan para dewata dapat menolongnya keluar dari malasalah perekonomian ini.
Demi memberikan dorongan semangat pada ayah, beberapa bulan kemudian ibu juga bersarana pada Mahaguru, bersama ayah melafal sutra dan mantra, supaya mampu melunasi semua hutang dan membebaskan dari himpitan masalah ekonomi.
Melewati kerja keras selama lebih dari setahun, pada suatu hari saat bersadhana ayah menyaksikan banyak ular dan serangga yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Ayah menuturkan bahwa fenomena itu sangat menakutkan, namun sejak saat itu, sungguh ajaib, semua himpitan ekonomi dapat diatasi oleh hadirnya bantuan seorang penolong, hutang-hutang juga telah lunas, bahkan juga bisa merintis usaha sendiri.
Karena mukjizat inilah maka ayah memiliki keyakinan terhadap Mahaguru, sehingga beliau menulis surat kepada Mahaguru memohon abhiseka sarana jarak jauh bagi kami tiga bersaudara.
Naik turunnya kehidupan manusia sungguh mengherankan, afinitas dengan Mahaguru ini seakan telah ditakdirkan, jika tidak ada himpitan masalah ekonomi tahun itu, maka kami sekeluarga juga tidak mungkin bisa bersarana. Sehingga adhistana cobaan juga belum tentu merupakan hal yang buruk, paling tidak ini semua membuat dikala kami berada pada situasi yang paling sukar dapat berjumpa dengan Guru yang tercerahkan. Sehingga dalam kehidupan yang singkat ini, kami dapat menekuni Sadhana Tantra Satyabuddha yang sangat luhur.
12 years ago
0 Comment:
Post a Comment