Loading...

Saturday, September 3, 2011

Jalinan Tradisi


Jalinan Tradisi

Oleh Maha Acharya LianshengDiterjemahkan oleh Zhiwei Zhu 

Pada saat ke India, Aku pernah mengamati masalah 'Empat Kasta India', berdasarkan keterangan dari penduduk setempat, barulah Aku paham, rupanya pembagian kasta di India sangat serius, tidak ada kesetaraan antar manusia, namun dalam tradisi India ternyata itu adalah hal yang lumrah.

Pembagian 4 kasta India, asalnya berdasarkan Kitab Suci Veda:

Dewa Pencipta Mahabrahma menciptakan empat kasta:
1. Brahmana --- sadhaka kesucian, baik yang meninggalkan keluarga maupun yang masih berkeluarga, mereka melatih kesucian dan mencari Nirvana.
2. Ksatria --- kelas bangsawan, mereka yang mengatur tiga kasta lainnya.
3. Vaishya --- kelas pedagang.
4. Sudra --- petani dan budak.

Dikatakan dalam Kitab Suci Veda, brahmana dilahirkan dari mulut Brahma, ksatria dilahirkan dari tangan Brahma, vaishya dilahirkan dari pinggul Brahma, terakhir sudra dilahirkan dari bawah kaki Brahma. Diantara empat kasta ini yang paling terhormat adalah kasta brahmana dan yang paling rendah adalah kasta sudra.

Di India Aku mendengar, pembagian di antara empat kasta itu sangat jelas, tidak hanya sangat jelas, antara satu dengan yang lain, kesenjangannya sangat besar. Empat kasta adalah semacam tradisi, juga merupakan adat kebiasaan, misalnya:

Tidak boleh makan bersama --- kasta yang tidak sama tidak boleh makan bersama.
Tidak boleh berpakaian yang sama --- ke empat kasta itu tidak sama pakaiannya.
Tidak boleh bertempat tinggal di lokasi yang sama --- ke empat kasta tinggal terpisah.
Tidak boleh dalam satu perjalanan --- kendaraan ke empat kasta tidak sama.

Dalam hal perkawinan, tentu saja ada 'tidak boleh saling mengawini', kalau keduanya tidak boleh saling kawin maka tidak akan terjadi perkawinan itu.
Yang lebih serius lagi adalah, seorang brahmana yang terhormat, samasekali tidak boleh bersentuhan dengan kasta lainnya, sampai kakipun tidak boleh, kalau bersentuhan dengan kasta lain, harus cepat-cepat cuci kaki, karena itu adalah pencemaran, itu adalah kotoran.
Yang lebih serius lagi, kaum brahmana yang terhormat, juga tidak boleh makan makanan yang dimasak oleh orang yang bukan brahmana.
Kasta rendahan bertemu dengan kasta tinggi, hanya boleh meratakan tubuh dengan tanah, tidak boleh mendongak.
Kasta rendahan tidak ada ruang untuk berbicara.
Masih banyak yang lainnya.

Apakah di India, laki-laki dan perempuan setara? Jawabannya tentu saja tidak. Ini dapat dilihat dari 'Delapan Dharma Penghormatan' (八敬法) yang ditetapkan oleh sang Budha. Empat belas tahun setelah Tathagata mencapai Pencerahan, bibi Budha memohon upasampada, sang Budha tidak mengijinkan, karena seandainya wanita memasuki sangha, maka Dharma Sejati yang akan bertahan ribuan tahun akan berkurang lima ratus tahun. Terakhir Ananda memohon kepada Budha sampai tiga kali agar wanita diijinkan memasuki sangha, akhirnya Budha mengijinkan, kemudian mengkhotbahkan 'Delapan Dharma Penghormatan', barulah dapat menerima vinaya.

Delapan Dharma Penghormatan adalah sebagai berikut:
1. Biksuni tua, bertemu dengan biksu yang baru menerima vihaya, harus bangkit menyambut, bersembahsujud, memberikan tempat duduk dan mempersilahkan duduk.
2. Biksuni tidak boleh memarahi biksu.
3. Tidak boleh menunjukkan kesalahan biksu, membicarakan masa lalunya, biksu boleh berbicara tentang masa lalu biksuni.
4. Biksuni yang belajar Dharma, setelah belajar sila, harus memohon sila besar kepada sidang sangha.
5. Biksuni melanggar sila, harus memohon Dharma Pertobatan dari sangha biksuni dalam setengah bulan.
6. Biksuni harus di antara para biksu, memohon pembimbing.
7. Di tempat biksu, tidak boleh memutuskan melewati masa varsa.
8. Setelah tinggal masa varsa, harus memohon Dharma Pertobatan kepada sangha setempat.
Dari vinaya yang telah ditetapkan sang Budha, terlihatlah apakah pria dan wanita India itu setara atau tidak!

Aku pernah merenungi perihal tradisi, merenungi perihal adat istiadat, merenungi perihal kesetaraan pria dan wanita...
Aku menemukan tradisi dan adat istiadat adalah sangat kuat, dalam hal India, tradisi dan adat kuno, di jaman sekarang ini telah diganti dengan demokrasi dan kebebasan, banyak sekali orang yang menyerukan demokrasi dan kebebasan, akan tetapi tradisi perkawinan tetap melilit sebagian besar keluarga orang India, antara orang kaya dan orang miskin, tetap ada pemisahan, setiap pekerjaan mewakili status pribadi yang baru, namun tradisi dan kasta diri tetap belum hilang.

Selain India, negara lain mungkin telah lama menerapkan kebebasan dan demokrasi, namun, Aku tetap merasa, setiap negara mempunyai tradisi dan adat istiadat masing-masing, hanya saja mereka tidak terang-terangan, tidak terlalu nampak di permukaan, tidak timbul di permukaan, tidak mudah diketahui orang lain, hanya ada di dalam.

Aku terpikir Madzhab Satya Budha yang Aku dirikan----
Hanya karena madzhab 'baru', berada dibawah gejolak kekuatan tradisi lama, hampir tidak mendapatkan ruang bertahan hidup.
Apakah tradisi lama itu baik? Ataukah yang baru yang baik?

Aku telah mereformasi sadhana, visualisasi dan pelafalan Sutra yang sangat panjang dalam Tantrayana, sampai mencapai satu Sutra, satu Mantra ,satu Yidam, untuk memperpendek waktu, mendapatkan intisarinya, sederhana dan berkekuatan.
'Madzhab Satya Budha' Ku itu baru, Aku telah membuang beban tradisi yang lama.
Apakah ada kontradiksi dalam hal ini?
Tentu saja tradisi itu akan menolaknya, namun, terpikir Aku akan sang Budha, sang Budha juga keluar dari tradisi di jaman itu.

0 Comment:

Post a Comment