Loading...

Sunday, August 14, 2011

Penderitaan Abadi


Penderitaan Abadi

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu


Sepasang suami istri yang bersarana kepada-Ku memiliki seorang anak laki-laki yang ganteng - ia berpenampilan rapi dan disukai setiap orang yang melihatnya. Namun, anak itu jatuh sakit parah; semua perawatan kedokteran tidak manjur dan ia meninggal dunia!

Pasangan itu menangis di depan altar mereka, sambil berkata, 'Anak kami telah meninggal, kami tidak tahu lagi untuk apa hidup...'
Istrinya menangis begitu kerasnya sampai pingsan. Ia dilarikan ke ruang ICU rumahsakit dan diinfus.
Suaminya juga sangat-sangat sedih dan menderita, dan merasa tiba-tiba hidup kehilangan semua maknanya. Satu kehidupan yang tadinya penuh dengan warna-warni sekarang berubah menjadi hitam putih, bahkan bayangan kelabu; tubuhnya merasa lemas dan lunglai.
Pasangan itu saling memandang dengan wajah penuh air mata.

Aku dapat turut merasakan sedalam-dalamnya perasaan terpisah dan kehilangan ini. Saat ibu-Ku meninggal, pemandangan saat-saat ia menghembuskan nafasnya yang terakhir masih melekat dengan jelas di benak-Ku. Pada waktu itu, Aku sadar tidak boleh menangis, dan Aku dengan khusuk menjapa 'Guan Yin Pusha'. Saat Aku sudah tidak tahan lagi, Aku lari keluar dan meledak dalam tangis yang takterkendalikan. Sangat sulit untuk tidak menangis. Meninggalnya ibu-Ku adalah rasa sakit abadi dalam hati-Ku.

Aku dapat memahami rasa sakit yang dirasakan pasangan itu karena kehilangan anak yang dicintainya.
Namun, pada saat mereka menderita, mereka merobek Sertifikat Sarana, membongkar altar mereka, berhenti menghadiri Sadhana Bersama, berhenti bersadhana di rumah, dan berhenti melafalkan Nama Budha. Mereka menutup diri dari saudara sedharma mereka.

Aku memasuki dalam mimpi mereka dan berkata, 'Anak itu bukan anakmu!'
Suami istri itu sama-sama memimpikan Mahaguru dan mendengar hal yang sama.
Meskipun mereka memimpikan Aku, mereka tidak merasa gembira. Malahan mereka berkata dengan pedas, 'Jika ia bukan anak kami, anak siapa dia? Mahaguru, Anda tidak memberkati kami.'

Aku mengalami kejadian ini saat di Danau Daun. Aku merasa sangat menyesal, tetapi Aku tidak berdaya melakukan apapun. Ketika ibu-Ku meninggal, Aku tidak berdaya; saat anak murid-Ku meninggal, Aku juga tidak berdaya. Walaupun Aku memahami dengan jelas anitya, Aku bertanya pada diri sendiri Guru macam apa Aku ini. Lebih baik Aku langsung masuk Nirvana saja! Bahkan mengenai kesehatan-Ku, Aku tidak berdaya.

Kemudian, Aku masuk ke dalam mimpi mereka sekali lagi:
'Aku akan memberikan anak yang lain yang mirip dengan anakmu yang dulu! Ini anakmu yang sebenarnya.'
Suami istri itu berumur sekitar empat puluh tahun, dan istrinya benar-benar mengandung lagi.
Ia melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat lucu.

Seolah-olah turun hujan setelah kemarau panjang, mirip orang yang merasakan makanan manis setelah sangat lama memakan makanan pahit; pasangan itu kembali hidup bergairah!
Mereka mulai melatih sadhana lagi, menjapa, 'Om Guru Liansheng Sidhi Hum'.
Mereka bersarana sekali lagi.
Altar dipasang kembali dan diperbaharui, tampil baru seluruhnya.

0 Comment:

Post a Comment