Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu
Ketika berbicara tentang para Dewa, kebanyakan orang percaya bahwa para Dewa itu serba bisa dan jauh di atas manusia. Manusia harus berusaha menyenangkan hati para Dewa setiap waktu dengan kesopanan dan memberikan persembahan. Ada yang bahkan berjuang dengan mengorbankan hidup mereka yang berharga demi para Dewa. Sesungguhnya, kata 'Dewa' berarti Roh Bajik. Roh sesat tidak sama dengan Roh Bajik. Mereka adalah energi jahat atau roh jahat.
Sejauh pengetahuan-Ku, para Dewa tidak maha kuasa/serba bisa. Mereka disebut maha kuasa hanyalah khayalan para teolog. Tentu saja, kita harus sopan dan memberi hormat kepada Roh Bajik, tetapi kita tidak harus meminta bimbingan Mereka dalam segala hal. Hal ini benar terutama ketika bimbingan para Dewa itu secara tidak langsung. Bimbingan yang telah melalui tafsiran manusia tercemar dan terpelintir dan sering mengandung pendapat pribadi si manusia. Oleh karenanya, bimbingan demikian sering sangat tidak bisa diandalkan.
Dalam sadgati (enam alam kehidupan), para Dewa juga, harus mengalami reinkarnasi. Sadgati adalah: Dewa, manusia, asura, neraka, preta dan binatang. Para Dewa menempati tempat tertinggi dalam Sadgati, sedangkan manusia kedua. Jadi para Dewa pun harus mengalami penderitaan tumimbal lahir sadgati, dan jelas terlihat kadang-kadang Mereka pun hampir tidak dapat menyelamatkan diri Mereka sendiri.
Roh-Roh Bajik adalah roh dengan pahala kebajikan/karma baik. Karma baik mereka kebanyakan berasal dari pikiran-pikiran bajik Mereka, dan Mereka menjadi Kesadaran Dewata. Mereka tinggal di Sorga, menikmati berkah keberuntungan.
Aku membaca Sastra Samsara dan mengetahui ada tiga macam pembalasan karma baik. Pertama adalah karma baik yang menghasilkan berkah keberuntungan, kedua adalah karma baik yang menghasilkan pembebasan dan, ketiga adalah karma baik yang menghasilkan pencapaian. Berkah keberuntungan adalah dasar kemampuan seseorang untuk dilahirkan di Sorga atau dunia manusia. Jika seseorang dilahirkan sebagai manusia, orang itu dilahirkan kaya atau terhormat. Jika seseorang dilahirkan sebagai Dewa di Sorga, orang itu menjadi Brahma atau Indra. Namun, begitu orang itu telah menikmati semua berkahnya sampai habis, orang itu harus memasuki lingkaran tumimbal lahir. Jadi sangatlah penting bagi kebanyakan sadhaka yang berada di Jalan yang benar untuk tidak menghasilkan berkah keberuntungan, tetapi karma baik yang menghasilkan pembebasan. Hanya yang ini yang membawa kelepasan kekal dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan.
Seorang yang mempunyai kemampuan paranormal dapat menjalin persahabatan dengan para Dewa dan roh di kuil-kuil. Itulah sebabnya Aku sangat mengerti Dewa itu tidak maha kuasa dan tidak dapat melakukan yang Mereka senangi sesuka hati. Mereka harus mematuhi Hukum Langit dan sesuai dengan perasaan manusia.
Para Dewa sering kerepotan, karena tugas Mereka tidaklah mudah. Jelas sekali Mereka tidak dapat menuruti semua permintaan orang yang berdoa kepada Mereka. Hal ini karena kebanyakan Roh Bajik hanya dapat bertindak sesuai dengan Hukum Langit dan sesuai dengan perasaan manusia. Para Roh Bajik menjadi Dewa karena kebajikan Mereka; mereka dapat menikmati dupa yang dipersembahkan manusia. Para roh gentayangan tidak dapat digolongkan sebagai Dewa dan mereka hidup sengsara menyedihkan.
Aku kenal seorang Dewa bernama Dewa Sze Chin di suatu kuil besar. Ia bukan Dewa utama kuil tetapi Dewa kedua. Menurut legenda rakyat, Dewa Sze Chin pernah menjadi Kaisar Yuan Chung dari Dinasti Tang (618-907). Yuan Chung sangat mencintai musik dan drama sepanjang hidupnya. Kemudian ia diberi gelar Dewa Sze Chin, seorang Dewa musik. Hari ulang tahun Nya adalah tanggal 24 bulan 6 Imlek. Setelah Aku mengenal Dewa Sze Chun, Ia mengeluh bahwa Dewa Sze Chin asalnya orang seni, bukan bela diri. Namun, setelah pergantian berabad-abad dan salahfaham dari manusia, setiap orang sekarang mengira Dewa Sze Chin sebagai seorang jenderal besar. Ia sungguh merasa tidak nyaman dengan itu.
Ia beritahu Aku, 'Para Dewa ditunjuk berdasarkan Hukum Langit. Segala sesuatu harus berdasarkan Hukum Langit dan harus sesuai dengan perasaan manusia, menurut logika, hukum dan prinsip. Para Dewa tidak dapat melakukan segala hal sesuka hati Mereka.
'Bukankah Dewa menikmati berkah keberuntungan?'
'Tidak. Para Dewa yang menjabat posisi tertentu kurang kebebasan karena tugas.'
'Dewa jenis apa yang menikmati paling banyak kebebasan?'
'Para Dewa yang tidak harus bereinkarnasi, Mereka yang mencapai pembebasan melalui kesempurnaan diri. Mereka tidak menjabat posisi apapun, dan merupakan yang paling bebas.'
'Mengapa Anda tidak melakukan itu?'
'Ia tidak didapat dengan pahala kebajikan, kesetiaan dan kejujuran, bukan pula datang dari integritas dan ketidak-egoisan. Orang harus mengalami banyak penderitaan, dan melatih metode yang menuntun kepada kebebasan dari reinkarnasi. Hanya setelah ini ada kelepasan tertinggi.'
Dewa Sze Chin memberitahu-Ku bahwa Ia masih mempunyai sedikit ikatan karma duniawi dan harus reinkarnasi sekali lagi. Tetapi Ia sangat khawatir, karena terlalu banyak pengkhianatan di dunia dan sekarang sangat sulit menjadi orang baik. Setelah reinkarnasi, Ia mungkin lupa dengan sifat asli dan kehidupan masa lalu Nya dan mengikuti segala macam perbuatan yang melanggar hukum. Tidak hanya Ia akan kehilangan keIlahian-Nya menjadi seorang Dewa, mungkin juga Ia akan hilang sifat manusiawi-Nya. Ia merasa ngeri dengan ide reinkarnasi di bumi. Ia ketakutan dan menyesal karena itu, Ia merencanakan cara untuk mengatasinya.
'Kita akan bertemu dalam sepuluh bulan ke depan, setelah Aku reinkarnasi.' Dewa Sze Chin meramalkan, 'dan nama-Ku adalah Hsuang Hsiang.'
Jadi dalam jangka waktu tertentu Dewa Sze Chin tidak lagi datang mengunjungi-Ku. Aku tahu Ia telah reinkarnasi, tetapi Aku lupa tentang ramalan-Nya.
Suatu hari Aku pergi mengunjungi seorang teman di Cheng Hua. Ia mengundang-Ku untuk memetik buah di Gunung Pa Kua. Kami berkendara ke Gunung Pa Kua dari Cheng Hua. Saat mobil mendekati Nam Tou County, kami naik berkelok-kelok ke sebuah puncak gunung. Kami melihat awan-awan putih mengambang dan barisan gunung-gunung, dan merasa seperti di dunia lain.Tempat itu diungkapkan oleh kata-kata puisi penyair terkenal, Seng Chi Chi:
Awan putih mengambang di antara ribuan puncak gunung,
Tiba-tiba mulai turun gerimis,
Tidak jauh dari situ ada sinar matahari menyinari di antara pepohonan,
Bagaimana bisa seluruh pemandangan nampak indah permai?
Bendera hijau tergantung diatas kilang anggur,
Menunjukkan ada orang tinggal di sisi lain gunung,
Saat aku menikmati alam,
Musim panas berlalu dalam damai.
Bangun dari sedikit minuman di sore hari,
Aku melihat jendela pinus dan pintu bambu,
Hidup sangat bebas di sini,
Bahkan burung-burung liar terbang dengan santainya.
Aku hanya marah pada camar putih,
Mereka menatapku,
Tidak yakin apakah mereka akan datang mendekat,
Karena semua teman lama ada disini,
Mungkin pendatang baru ada hal baru untuk dikatakan.
Puisi Seng benar-benar bagus. Ternyata ada orang tinggal di sisi lain gunung itu, dan ke sanalah kami akan pergi.
Kami pergi ke rumah teman dari seorang teman. Ia bermarga Tsui. Ketika Mr. Tsui mendengar Aku Lu Shengyen, ia langsung meminta anak iparnya membawa seorang bayi untuk Ku lihat apa masalah bayi itu. Menurut Mr. Tsui, tidak ada masalah pada saat bayi itu dilahirkan. Ia memiliki mata yang cerah dan pancaindera yang sempurna. Namun sebulan kemudian, ia mulai tumbuh abnormal. Ia mulai tuli dan ketika ia mengeluarkan suara aneh, mereka membawanya ke dokter untuk diperiksa. Mereka juga menemukan anak itu menderita osteomalacia. Dokter dapat menemukan masalah kecil lainnya pada bayi itu, tapi ia benar-benar tuli, bisu dan osteomalacia. Mereka telah pergi ke semua rumahsakit besar, tapi para dokter tidak dapat berbuat apa-apa, hanya merasa prihatin pada bayi itu.
Mr. Tsui tua meminta anak-iparnya menunjukkan bayi itu pada-Ku.
Bayi itu melihat Aku dan anehnya, mulai tersenyum. Bayi itu berwajah ganteng, dengan mata besar, bulu mata panjang, hidung lurus, mulut besar dan kulit halus. Bayi itu merah muda dan gemuk, tanpa tanda-tanda keterbelakangan mental. Yang juga aneh, ia mempunyai daun telinga yang besar dan tebal dan sebuah wajah yang disebut wajah bangsawan.
'Apa nama anak ini?' Aku bertanya santai.
'Saya menamakannya Hsuang-hsiang,' kata Mr. Tsui tua.
'Hsuang-hsiang?' akhirnya Aku ingat ramalan Dewa Sze Chin.
'Ya.'
'Ia pasti berumur sekitar 10 bulan?'
'Ya,' jawab Mr. Tsui tua.
Ya Tuhan! Hsuang-hsiang yang berumur 10 bulan ini ternyata adalah Dewa Sze Chin! Bayi itu dan Aku saling memandang, dan tampak saling kenal. Aku kehabisan kata-kata. Akhirnya Aku beritahu seluruh kejadian pada keluarganya. Aku katakan pada mereka: Tsui Hsuang-hsiang adalah reinkarnasi Dewa Sze Chin. Mereka harus menjaganya baik-baik dan memperlakukannya seperti seorang Dewa. Sebenarnya itulah yang keluarga itu lakukan! Keluarga itu mempunyai ikatan karma dengan Dewa Sze Chin yang menjadi sebab Ia ada disitu; kalau tidak, Ia samasekali tidak akan terlahir dalam keluarga itu.
Anak-ipar Mr. Tsui tua lalu berkata, 'Saat saya mulai hamil, saya pergi bersembahsujud ke kuil Dewa Sze Chin.'
'Oh!' seluruh keluarga itu berseru.
Akhirnya Aku faham cara yang dipakai Dewa Sze Chin.
Ia gunakan ketulian untuk menghindari suara-suara tidak sehat di dunia, dan kebisuan untuk menghindari banyak pengkhianatan dan gosip. Ia juga menggunakan osteomalacia untuk menghindari berjalan di jalan jahat.
Dengan cara ini Ia dapat mempertahankan kemanusiaan-Nya dan keIlahian-Nya saat Ia menjalani hidup. Semua ini cara yang sangat baik, tetapi sangat berat untuk orangtuanya!
0 Comment:
Post a Comment