Seorang pelatih seharusnya dapat mengkontrol mimpi-mimpinya. Khususnya, dalam alam mimpi, seseorang harus mengkontrol sepenuhnya dan seharusnya berlatih. Dirinya seperti digambarkan dalam mimpinya seharusnya mempunyai aspirasi yang sama untuk mencapai penerangan. "Yoga Mimpi" semacam ini yang jarang ada dan berharaga ini adalah yang ke-tiga dari "Enam Yoga" Naropa dan Tilopa dalam agama Buddha Tantra.
Pada dasarnya, seorang sadhaka yang sejati menjalankan sadhana Dharma sehari-harinya. Selagi sadhaka bersadhana dengan tekun seharian. Dia biasanya bermimpi banyak pada malam hari. Sebenarnya, siang hari adalah sebuah mimpi, dan malam hari adalah sebuah mimpi juga. Perbedaanya hanyalah mimpi di siang hari lebih jelas daripada yang dimalam hari, yang mana biasanya lebih tak jelas dan kabur.
Seorang sadhaka mungkin dapat menjaga diri dengan baik di siang hari namun sangat dimungkinkan lepas diri selama bermimpi. Jika sadhaka dapat bersungguh-sungguh mengkontrol mimpi-mimpinya, namun jika demikian, sadhaka telah meraih hasil dari "Yoga Mimpi". Jika sadhaka tak dapat menjaga diri di siang hari, tak perlu membicarakan tentang mengkontrol mimpi-mimpi di malam hari. Jika sadhaka banyak melakukan kebodohan di siang hari, sadhaka hanya dapat membual lebih-lebih lagi di malam hari.
Dikarenakan sifat alamiahnya yang tak jelas, mimpi mudah sekali berkelana. Menurut Buddha Tantra Tibet, sebuah mimpi adalah hasil dari kesadaran tingkat delapan dan mungkin tersulut oleh aktivitas-aktivitasnya. Namun begitu, jika sadhaka ingin mencapai ke-budhaan, sadhaka musti mengubah kesadaran tingkat delapan menjadi kebijaksanaan, dan kemudian mengubah kebijaksanaan ke ke-budhaan. Jika seorang sadhaka tak dapat melepaskan dan mengubah kesadaran tingkat delapan, bagaimana mungkin dia dapat mencapai ke-budhaan? Dalam Buddha Tantra, ada sebuah sadhana yoga untuk mengkontrol mimpi-mimpi tersebut. Tapi tak adanya metoda ini dalam Sekolah Kitab-Kitab.
Mimpi-mimpi diatur oleh tiga kekuatan berikut ini: kekuatan dari bersandar dengan Guru dan Dewata Pribadi; kekuatan dari menggerakkan pernapasan dan chi (tenaga dalam); dan tenaga dari visualisasi sebelum tidur. Menurut Tantra Tibet, sebuah mimpi diatur oleh sebuah tempat di sekitar tenggorokan---"chakra tenggorokan". Pada prinsipnya, sadhaka harus pertama-tama sungguh-sungguh berdoa kepada Gurunya dan Dewata Pribadi untuk memberkati sebuah mimpi terang dan dapat terkontrol, sehingga sadhaka dapat mengubah kesadaran ke ke-budhaan. Doa dan pembhaktian ini seharusnya dilakukan sebelas kali. Mengapa sebelas kali? Mengapa tidak sepuluh atau duabelas? Ini adalah sebuah ketentuan berdasarkan maksud-maksud yang tak jelas. Ketika guru saya memberikan ajaran ini kepada saya, beliau berkata, "Kamu harus melakukan doa sebelas kali sebelum tidur." Sebelas doa dibutuhkan untuk memohon pemberkatan dari para Buddha dan Bodhisattva untuk memperkuat dan meningkatkan kecerdasan, kemurnian, dan kontrol-diri mimpi.
Sebelum tidur, sadhaka seharusnya membikin "Postur Agung" yang mana postur Buddha Tidur: berbaring menyisi, menghadap ke arah kanan, dengan jantung menghadap posisi atas tempat tidur. Sadhaka juga musti membentuk mudra, dengan jempol kanan dan jari telunjuk kanan menyentuh sedikit daerah tenggorokan, dan tangan kiri di hadapan hidung untuk merasakan pernapasan. Sadhaka kemudian melakukan satu siklus pernapasan penuh, perlahan-lahan dan penuh menghirup; kemudian pelan-pelan dan penuh menghembus. Ini adalah mudra "Yoga Mimpi". Sadhaka tidak boleh menekan daerah cakra tenggorokan terlalu keras, namun, tekanan sedikit dan lembut sudah cukup.
Setelah sadhaka melakukan sirkulasi pernapasan sebanyak sepuluh kali, sadhaka musti menvisualisasikan cakra tenggorokan sadhaka memancarkan sinar merah, yang mana membentuk sebuah canopi membungkus seluruh tubuh sadhaka, yang mana memungkinkan sebuah mimpi yang murni dan jelas. Banyak orang-orang melakukan berbagai hal dalam mimpi mereka yang mana mereka tak berani melakukannya di siang hari. Jika nafsu seseorang masih ada, mimpi ini akan disalurkan dan terwujud ke-alam mimpinya. Sinar merah itu membungkus sadhaka sepenuhnya, menandakan bahwa sadhaka beristrirahat dalam kondisi sinar suci. Ini adalah sebuah visualisasi untuk menetapkan batas suci dan membuat Perisai Pelindung Diri. Ini adalah mudra dan visualisasinya. Tak ada mantera yang berkaitan dengannya, meskipun sadhaka boleh menjapa mantra lainnya sampai sadhaka tertidur. Sadhaka musti berdoa kepada Buddha dan Bodhisattva untuk memberkati sadhaka sebuah mimpi yang jelas dan terkontrol, sehingga sadhaka akan dapat merubah alam mimpian menjadi alam Buddha.
Yoga Mimpi terdiri dari tiga kekuatan: pemberkatan dari Gurunya dan Dewaa Pribadi; penggunaan napas dan chi; dan visualisasi sinar merah batas Dharma. Sadhaka harus melaksanakan sadhana sampai sadhaka menghasilkan sebuah mimpi yang jelas, masih teringat akan mimpi sekecil-kecilnya pada saat bangun. Jika sadhaka jelas-jelas teringat akan mimpi yang sampai sekecil-kecilnya, tapi mimpinya itu tak masuk akal, ini sebenarnya lebih buruk daipada tak bermimpi sama sekali. Ini menandakan ketidak sempurnaan sadhana Yoga Mimpi. Seorang ahli harus dapat mengkontrol diri penuh baik siang maupun malam, dan sepenuhnya sadar akan kegiatan-kegiatan kesadaran tingkat delapan. Hanya dengan demikian sadhaka dapat menyatakan mempunyai sebuah mimpi yang jelas. Jika seorang sadhaka dapat bersadhana, menjapa, dan bervisualisasi, dan kemudian berubah menjadi Dewata Pribadi dalam mimpinya, dia telah meraih sebuah pencapain mimpi, yang mana lebih jempol daripada bersadhana di siang hari. Betapa hebatnya! Orang lain hanya dapat bersadhana 12 jam sehari, namun dia dapat bersadhana sepenuh hari dan sepanjang malam, 24 jam total, tanpa membuang sedetikpun. Bersadhana Yoga Mimpi adalah sebuah metoda yang lebih cepat untuk meraih penerangan daripada hanya bersadhana di siang hari.
Selama sadhana Yoga Mimpi, sadhaka tidak boleh menutup kedua hidung penuh, dimana mudra hanya bermaksud mengingatkan kita untuk melakukan satu pernapasan penuh. Sadhaka musti menghirup dan menghembus perlahan-lahan. Tangan kiri menekan sedikit pada daerah tenggorokan dimaksudkan untuk mengkontrol kesadaran. Dikarenakan kebanyakan orang kehilangan kontrol mudahnya, sadhaka bisa jadi sedih, terisak-isak, atau gusar dalam waktu yang singkat. Emosi manusia naik-turun tajam sekali--- orang-orang mungkin gembira pada satu saat, namun bergelisah di saat berikutnya. Makadari itu, sadhaka harus mengkontrol pernapasan dengan menekan sedikit pada daerah tenggorokan. Sadhaka kemudian boleh menjapa mantra hati dewata sampai tertidur. Jikalau sadhaka memasuki alam mimpi, dimana terletak di daerah kesadaran ke-delapan, sadhaka seharusnya dapat melanjutkan sadhana Dharma.
Mendapatkan ke-tiga kekuatan ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Disaat berdoa kepada dewata, kesadaran akan diberikan; ketika melakukan pernapasan penuh, sadhaka dapat mengatur pernapasanya; dan ketika tidur dalam sinar murni, mimpi jernih dan kemampuan untuk mengkontrol akan memungkinkan sadhaka untuk mencapai ke-Budhaan dalam waktu singkat. Ini adalah Yoga Mimpi.
Jika sadhaka selalu mempunyai mimpi-mimpi yang tak jelas dan melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam mimpinya, sadhana dari sadhaka akan terbuang dengan sia-sia. Pada siang hari, sadhana mungkin bersadhana dengan penuh disiplin, ketika malam tiba melakukan pelanggaran-pelanggaran. Karma buruk yang dilakukan pada malam hari membuyarkan karma baik dari bersadhana pada siang hari. Bagaimana mungkin sadhaka dapat memperoleh ke-Budhaan? Meskipun sekolah-sekolah kitab tak mempunyai Yoga Mimpi, mereka mempunyai "Tidur Posisi Berdiri". Tidur dalam posisi berdiri dimaksudkan sebagai pengingat untuk mencegah menuruti suka hati dan kenikmatan. Maka dari itu, fungsinya adalah untuk memperingatkan sadhaka, sadar akan tindak-tanduknya dalam keadaan bermimpi. Namun, harus diketahui bahwa Buddha Shakyamuni membentuk Posisi Agung ketika tidur, jadi mengapa kita tidur dalam posisi berdiri? Tak pernah disebut "Tidur Posisi Berdiri" dalam ajaran Sang Budha. Maksud dari tidur pada posisi berdiri adalah untuk melarang seseorang dari kecenderungan menuruti kemauan hati dan yang berlebih-lebihan, dan mengawasi segala kemungkinan melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Inilah sebabnya Yoga Mimpi ada dalam Budha Tantra. Cukuplah berat untuk meraih ke-Budhaan tanpa mempraktekan Enam Yoga Naropa. Namun hanya sedikit orang yang dapat berhasil dalam Enam Yoga. Jaman ini, orang-orang pada bermalas-malasan dan ingin menemukan jalan yang termudah, seakan-akan mendapatkan penerangan hanya dengan "satu pencet". Tidak ada hal semacam itu di dunia. Jika hanya "satu pencet" dapat memperoleh Penerangan, Buddha Shakyamuni tak perlu bekerja-keras untuk mencapai ke-Budhaan.
Jika ada orang yang menyatakan bahwa metodanya yang tercepat, ini sangatlah diragukan. Saya sendiri telah berlatih selama sepuluh tahun, dan Buddha Shakyamuni berlatih selama enam tahun---enam tahun bertapa di Gunung Salju. Sebenarnya beliau berlatih lebih dari enam tahun, sebelum itu beliau mesti bepergian ke banyak tempat. Buddha Shakyamuni mempunyai kekuatan dan kebijaksanaan yang agung, tapi beliau harus masih bersusah payah. Orang-orang jaman sekarang tak boleh bermalas-malasan, dan harus terus berlatih setiap harinya. Jika sadhaka berlatih dengan rajin, sadhaka akhirnya akan berhasil. Jangan tergesa-gesa; cepat-cepat itu tak ada gunanya.
12 years ago
0 Comment:
Post a Comment