Loading...

Saturday, April 28, 2012

Gejala Tiada “Yukta” dalam Bersadhana


Diketik ulang dari Buku ke-183 “Meninggalkan Keduniawian (Transcending Samsara)” dengan sedikit perubahan yang tidak mengubah arti, hanya menggaris-bawahi yang penting diperhatikan oleh pembaca.
Oleh: Grand Master Sheng-Yen Lu
Dulu, pernah ada seorang umat yang selalu berada di samping saya. Ia banyak mempelajari mustika sadhana aliran Tantra Tibet yang amat berharga.
Ia memang sangat serius dan tekun.
Dan saya pun mengajarkan beberapa kunci rahasia kepadanya. setelah menjalani latihan dalam jangka waktu tertentu, ia telah dapat menguasai tataritual Sadhana Tantra dengan sangat sempurna. Baik teori maupun praktek, tak satu pun yang terlewatkan olehnya.
Ia melaksanakan Sadhana Santika[1], Paustika[2], Vasikarana[3], dan Abhicaruka[4]. Semua kunci rahasianya sudah dilengkapi.
Ia juga telah menekuni Apihoma[4] sebanyak ratusan kali, Argampuja[5] sebanyak ratusan kail, Mahapuja sebanyak ratusan kali, Dewapuja sebanyak ratusan kali, Dharmapalapuja sebanyak ratusan kali, Gurupuja sebanyak ratusan kali, Adinatapuja sebanyak ratusan kali, berbagai persembahan sebanyak ratusan kali….

Suatu hari, ia datang ke tempat saya. Dengan wajah murung ia mengeluh, “Sama sekali tidak terjadi yukta[6].”
“Apakah kamu sudah mengundang para Mahasattva?”
“Sudah semua.”
“Apakah kamu sudah membaca Sutra Raja Agung Avalokitesvara[7] sebanyak seribu kali?”
“Sudah.”
“Apakah kamu sudah menjapa Mantra Mahaguru sebanyak delapan juta kali?”
“Sudah.”
“Apakah kamu sudah membaca Sutra Suvarnaprabhasottama sebanyak 49 kali?”
“Sudah juga.”
“Apakah kamu sudah melakukan berbagai ritual pertobatan?”
“Sudah.”
Ia telah menekuni hampir seluruh sadhana yang ada.
Ia telah berupaya dengan segala sadhana, akan tetapi sama sekali tidak memperoleh yukta. Laksana garam hanyut dalam laut, tiada bekas.
Ia bertanya, “Guru Lu, apakah masih ada sadhana yang lain?”
Saya menjawab, “Semua sadhana telah dilaksanakan, apa lagi yang harus saya katakan?”
“Bukankah dikatakan akan terjadi yukta? Terutama Sadhana Citta dalam hati?”
“Ya.”
“Mengapa tidak memperoleh yukta?”
” Saya sungguh tidak tahu.” Saya sangat menyesal.
Saat bersamadhi, diri saya masuk ke dalam kesadaran ketiadaan dan kekosongan. Itulah yang dikatakan “terlahir dalam kekosongan, berada dalam ketiadaan. Saya terlahir jadi Adinata, tetapi terhanyut oleh pikiran.”
Saat itu, saya muncul di alam “Buddha Ratna Wijaya”.
Saya bertanya pada Buddha Ratna Wijaya, “Mengapa setelah menekuni segala sadhana dengan penuh ketulusan, tetapi masih belum terjadi yukta?”
Buddha Ratna Wijaya menjawab, “Daripada menekuni segala macam sadhana, lebih baik berusaha mengosongkan pikiran. Yang ada menjadi tiada, yang tiada menjadi ada.”
“Mohon dijelaskan.”
Buddha Ratna Wijaya menjelaskan:
“Ada tiga macam manusia yang tidak mungkin memperoleh yukta dalam menekuni sadhana. Dengarkanlah dengan seksama. Jenis manusia pertama adalah mereka yang emosional dan mudah marah, jenis manusia kedua adalah mereka yang berhati culas dan kejam, jenis manusia ketiga adalah merekayang amat serakah.”
Saya menjadi terdiam setelah mendengarkannya.
Buddha Ratna Wijaya melanjutkan, “Hati Buddha ber-yukta dengan hati langit, hati langit ber-yukta dengan hati manusia. Hati yang galau, keji, dan tamak, sadhana apapun yang ditekuninya tetap tidak akan memperoleh yukta.”
Oleh sebab itu, dengarkanlah sepatah kata yang cukup klise dari saya: “Utamakanlah menyucikan hati daripada menekuni sadhana! Apakah hati Anda suci adanya?”
- – -
Kosakata:
[1] Sadhana yang menitikberatkan pada efek Pemberkahan (peningkatan kemujuran/hoki dalam melakukan sesuatu)
[2] Sadhana yang menitikberatkan pada efek Peningkatan Berkah Harta Duniawi
[3] Sadhana yang menitikberatkan pada efek Pengikis karma buruk
[4] Sadhana yang menitikberatkan pada efek Tolakbala
[4] Sadhana pujana api (persembahan melalui media api)
[5] Sadhana pujana air (persembahan melalui media air)
[6] Kontak batin
[7] GaoWang Jing (baca: “Kau Wang Cin”), atau “Ko Ong Keng” dalam dialek Hokkian
- – -
Mohon Baca artikel yang berkaitan di bawah ini:
Referensi:
Lu, Sheng-Yen. 2009. “Meninggalkan Keduniawian.” Medan: PT Budaya Daden Indonesia.

0 Comment:

Post a Comment