Oleh Lianhua Judy
Dikutip oleh Zhiwei Zhu
Dari buku Usnishavijaya Budha Locani
Awal tahun ini (1997) kebetulan masih cuti, saya sekeluarga berencana berlibur ke Eropa. Sungguh tak disangka-sangka, suatu hari bagian bawah perut saya terasa nyeri dan segera pergi ke dokter untuk diperiksa.
Lewat check-up USG saya dinyatakan gejala 'selaput dalam rahim mengalami pergeseran' di kedua sisi indung telur terjadi penggumpalan darah yang disebut sebagai tumor.
Menurut penjelasan dokter spesialis kandungan, cara penyembuhan satu-satunya adalah membuang seluruh rahim tersebut berikut indung telurnya, kecuali itu tidak ada jalan lain lagi.
Ini sebabkan karena:
1. Tumor itu terbungkus oleh selapis selaput yang tipis, beratnya mencapai 5 ons (sebesar telur ayam). Kapan saja tumor itu bisa membesar, yang bisa menyebabkan selaput pecah. Bila pecah akan terjadi radang pada selaput isi perut, dan bila terlambat melakukan operasi, bahaya akan mengancam jiwa.
2. Tumor yang seberat 5 ons itu tidak mudah menyusut.
3. Karena saat bersalin pernah melakukan operasi, sehingga timbul lendir yang lekat. Jadi tidak dapat diatasi dengan operasi kecil melalui sinar laser.
Oleh sebab itu, kondisi demikian harus menjalani operasi pembedahan, tidak bisa tanpa membuang seluruh rahim. Semua dokter spesialis kandungan juga sependapat, sehingga hati saya pedih mendengarnya! Bila memang saya memiliki karma buruk demikian, bagaimana tidak malu dan menyesal! Saya mengerti benar bahwa rahim adalah alat keremajaan dan unsur kesehatan tubuh seseorang, saya tidak mau melakukan operasi pengangkatan rahim itu.
Saya sudah benar-benar pasrah. Harapan saya pertama-tama adalah dalam musim semi ini pergi ke Seattle untuk menghadiri Upacara Dharma serta memohon adhistana Mahaguru.
Semua persiapan sudah saya siapkan dengan baik, agar lebih tenang, saya mengundang pengacara untuk membuat surat warisan. Tidak disangka karena suatu sebab, akhirnya saya batalkan untuk berangkat ke Seattle.
Melewati hari-hari yang sulit itu, saya banyak melihat buku-buku tentang kematian. Seperti Mati Delapan Menit, Melewati Pintu Hidup Mati, Sutra Tibet Menyelamatkan Para Arwah Yang Menderita. Juga merenungi apa yang sering Mahaguru katakan, yaitu 'Bila seseorang yang belum mencapai Pencerahan, saat akan meninggal bagaikan dalam mimpi, tak bisa memegang kendali. Sungguh menakutkan!'
Tiba-tiba saya teringat pada kesaksian dari sdr. Lianhua Ruencheng yang tulisannya ditempel di vihara Lei Chang Si, Hongkong. (cat: pernah dipost di Padmakumara pada bulan Mei 2011) Ia begitu tekun membaca Mantra Usnishavijaya Dharani, akhirnya tulangnya yang telah rapuh dengan ajaib tumbuh kembali. Saya juga harus sembuh seperti dia. Maka saya juga harus giat dan gigih melaksanakannya.
Rutinitas saya sehari-hari meliputi bersadhana, membaca Mantra Hati Mahaguru, Usnishavijaya Dharani, Mantra Acalanatha, dan Mantra Catur Sarana. Setiap kali membaca mantra, saya melakukan visualisasi yang mendetail, memvisualisasikan Budha Bodhisatva memancarkan sinar putih pada tubuh saya, menghapus karma penyakit saya.
Sebulan telah berlalu, dokter spesialis melakukan pemeriksaan dengan USG, ternyata tumor tersebut menyusut 1/3 bagian. Dokter mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. Seketika itu saya sangat bersyukur dan terharu, saya merasakan ada mukjizat pada diri saya. Budha dan Bodhisatva telah menjauhkan saya dari pintu kematian. Kepercayaan diri saya lebih terdorong lagi! Setiap hari dengan keyakinan, saya makin giat dan terus bersadhana!
Setiap bulan, saya memeriksakan diri ke dokter spesialis, ternyata tumor saya semakin hari semakin mengecil. Dokter dengan keheranan mencatat rutinitas sehari-hari saya sebagai penelitian.
Sembilan bulan telah berlalu, tumor yang bagaikan mimpi buruk itu telah hilang sama sekali! Dalam masa-masa itu, saya tidak menjalankan operasi apapun, juga tidak minum obat apapun, hanya setiap bulan disuntik obat penghenti haid.
Sekarang saya sudah benar-benar sehat kembali. Saya dengan tulus bersujud dan berterima kasih pada Mahaguru Budha Hidup Liansheng, dan para Budha Bodhisatva di sepuluh penjuru!
Saya juga sangat berterima kasih pada Acharya dan teman-teman yang telah memberi semangat pada saya, di saat-saat sedang dilanda penyakit yang akut ini!
Hormat saya,
LIanhua Judy.
0 Comment:
Post a Comment