Loading...

Saturday, August 6, 2011

Pantang Membunuh, Melepas Nyawa, Menghormati Makhluk Hidup, Semuanya adalah Perbekalan untuk Mencapai KeBudhaan!


Pantang Membunuh, Melepas Nyawa, Menghormati Makhluk Hidup, Semuanya adalah Perbekalan untuk Mencapai KeBudhaan!

Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu


Pertama-tama kita sembahsujud pada Guru Silsilah Biksu Liaoming, Acharya Sakya Zhengkong, Dharmaraja Karmapa ke-16, Acharya Thubten Dargye, semoga para Guru memberkati, sembahsujud kepada Tri Ratna di Mandala, para Budha, Bodhisatva, Vajra Dharmapala, Daka Dakini dan para Dewa, sembahsujud kepada Yidam Homa Satwamocana (Pelepasan Satwa) Padmakumara Bodhisatva.

Shimu, para Acharya, Dharmacarya, para Biksu, para Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para murid, selamat malam!
Tamu kehormatan kita hari ini adalah Mr. Shiyi Zhu beserta istri Mrs. Wenwen Chen dari Academia Sinica, Mr. Guangrong Liu dari Hertai Business, saudara sedharma Mrs. Xuanli Zhuang dari Indonesia, penasehat hukum True Budha Foundation Riliang Luo SH, Yeqing Wang SH, Mr. Guohua Zhi manager Dahuli, Mr. Mingyuan Shie dari The Legislative Yuan of Republic of China, ketua pengurus Perkumpulan Kopok Flower Miss. Huimei Chen, anggota DPRD Taichung Mr. Youjiang Chen, kepala kantor Bureau of Social Affairs Taichung City Government Miss. Xiuyan Wang.

Hari ini adalah Upacara Dharma Satwamocana (Pelepasan Satwa), Lei Tzang Temple Xiang Hua telah didirikan di Taichung dengan susah payah, juga untuk pertama kalinya menyelenggarakan Ritual Satwamocana di kota Taichung. Ajaran Budha berbicara tentang maitri karuna, dan juga maitri karuna ini berarti maitri karuna besar, bermaitri karuna kepada semua makhluk hidup. Maitri karuna besar ada beberapa macam, 'maitri' berarti memberikan sukacita kepada orang lain; 'karuna' berarti melepaskan kesusahan orang lain, melenyapkan penderitaan orang lain, ini disebut 'maitri karuna'.

Sila pertama Ajaran Budha adalah 'tidak membunuh', maju selangkah lagi, adalah 'melepaskan nyawa makhluk hidup'. Kita semua tahu, semua makhluk hidup pada saat akan mati, adalah sangat menderita, demi kebahagiaan mereka, maka kita tidak mau membunuh, mencegah mereka dari mengalami penderitaan yang hebat. 'Satwamocana/pelepasan satwa' adalah membiarkan mereka dapat kembali kepada habitat asal mereka, memperoleh semacam sukacita, inilah maitri, karuna, melepaskan penderitaan mereka, memberikan mereka kebahagiaan, inilah makna dari tidak membunuh dan melepaskan nyawa.

Budha itu sangat maitri karuna! Dahulu kala, Ia pernah begitu maitri karunanya kepada makhluk hidup, diantaranya ada sebuah contoh, ada seorang biksu bernama Angulimala (指鬘). Karena biksu Angulimala percaya dengan ajaran sesat, ajaran sesat mensyaratkan ia membunuh seribu orang, maka ia akan dapat bertumimbal lahir ke alam suci; demi menyelamatkannya, maka Budha muncul didepannya pada saat telah membunuh 999 orang, menyelamatkannya dengan cara yang sangat cerdik, setelah menolongnya, ia sejak saat itu percaya pada Budha, tidak hanya berpantang membunuh, malah melepaskan nyawa, akhirnya ia juga mencapai tingkat Arhat. Jadi, asalkan kita mampu bermaitri karuna, tidak membunuh dan malah melepaskan nyawa, maka kita akan mendapatkan anugerah berkah dari Budha, memberi kita berkah, juga memberi kita prajna.

Kematian itu sangat menderita, telah kita bahas sebelumnya bahwa pada saat kematian akan timbul semacam penderitaan, disebut 'Terurainya Catur Mahabhuta'. 'Tanah' akan terlebih dahulu terurai, 'tanah' adalah tubuh jasad kita, yaitu tulang, daging akan terpisah, akan menderita; kemudian 'air' akan terurai, yaitu cairan darah akan berhenti mengalir, membeku, itu suatu penderitaan; kemudian 'api', adalah suhu tubuh kita, semula suhu tubuh kita paling selaras, namun suhu tubuh dapat naik, maka tubuh anda akan sangat menderita, kemudian suhu akan menghilang, menjadi dingin, itu berarti 'api' akan terurai; kemudian 'angin', akan merasa seperti angin meniupi kita, ada angin ribut sedang meniup kita, membuat tubuh kita timbul penderitaan yang amat sangat.

Tanah, air, api dan angin (terurainya Catur Mahabhuta), terakhir, Catur Mahabhuta kembali kepada 'akasa', kita menyebutnya 'tanah besar' masuk ke dalam 'air besar', 'air besar' masuk ke dalam 'api besar', 'api besar' masuk ke dalam 'angin besar', 'angin besar' masuk ke dalam 'akasa besar'. Sebenarnya semua makhluk hidup akan mengalami hal yang sama, jangan mengira makanan vegetarian bukan makhluk hidup, tidak akan menderita; jika anda mengira makanan vegetarian bukan makhluk hidup, mengira sayur mayur bukan makhluk hidup, tidak akan menderita, maka itu salah!

Para ahli ilmu pengetahuan jaman sekarang, mereka menyelidiki apakah tumbuh-tumbuhan mempunyai nyawa, dengan suatu alat, alat itu didekatkan ke daun, kemudian daun dipetik, maka alat itu akan bereaksi! Alat itu akan bergetar! Yang berarti pohon pun punya perasaan: 'Aduh!' Terasa sakit saat dipetik!, daun itu mengaduh: 'Aduh!', yang berarti ia dapat merasa sakit! Jarum dari alat itu bergetar, ini berarti pohon pun mempunyai perasaan, sayur hijau juga mempunyai perasaan.

Pada waktu kita menanam sayuran, di sekitarnya ada banyak ulat, ulat sayuran! Kita menanam padi, didalam padi masih ada sedikit makhluk hidup kecil, di dalam air juga banyak makhluk hidup. Sebenarnya, banyak benda ada makhluk hidupnya, maka Sakyamuni Budha pernah mengucapkan satu syair, yang sering kita ucapkan juga: 'Dalam satu tegukan air bersih, ada 84.000 macam ulat, jika tidak menjapa mantra, sama dengan membunuh makhluk hidup.' Maka dari itu, hal paling penting yang diajarkan dalam Tantrayana adalah 'harus menjapa mantra', menjapa 'Mantra Penyeberangan', tidak peduli anda berusaha dalam bidang apa, semua harus menjapa 'Mantra Penyeberangan'. (往生咒)

Namun, bagaimana seandainya membunuh makhluk hidup dengan tanpa sengaja/terpaksa? Ada orang bertanya pada Dalai Lama: 'Nyamuk menggigit anda, bagaimana ini?' Dalai Lama menjawab: 'Jika menggigit tangan, gunakan angin (meniupnya dengan mulut)!' 'Kalau nyamuk itu masih tidak mau pergi bagaimana?' 'Anda goncangkan! Gempa bumi lah!' Ia masih tidak bergeming, tetap menghisap darah anda. Tidak ada cara lagi, Dalai Lama berkata: 'Om Mani Padme Hum.' Phok! Dalai Lama juga membaca mantra terlebih dahulu, menyeberangkan nyamuk itu. Ini adalah salahsatu metode khusus dalam Tantrayana.

Di dalam Tantrayana, sebelum makan kita harus membuat persembahan terlebih dahulu, makanan yang akan kita persembahkan memenuhi angkasa, kita persembahkan kepada para Budha Bodhisatva, kemudian menjapa mantra: 'Om. Saerwa. Dataciada. Yidamu. Kululana. Mienchala. Kan. Niliye. Dayemi.' Harus menjapa mantra, kemudian melafalkan: 'Wangsheng Jingtu, Chaosheng Chuku. Namo Amithuofo'.' (往生淨土,超生出苦。南摩阿彌陀佛 / Terlahir di Tanah Suci, lepas dari penderitaan hidup dan mati, Namo Amitabha Budha). Membantunya bersarana pada Budha, kemudian menyeberangkannya, menghembuskan nafas sekali, agar ia bersih, maka ia akan dapat bertumimbal lahir dan terseberangkan ke Tanah Suci. Di dalam Tantrayana, kalau ingin makan harus berdoa, membuat persembahan, menyeberangkan; tidak peduli makanan apapun, semua harus diseberangkan terlebih dahulu, nasi juga harus diseberangkan, jadi, penyeberangan, pantang membunuh, melepaskan nyawa adalah sangat-sangat penting, ini akan menambah perbekalan kita untuk mencapai Bodhicitta di kemudian hari, bekal pencapaian Bodhicitta, yang juga berarti bekal bagi mencapaian keBodhisatvaan anda, pencapaian keBudhaan anda.

Kita tidak hanya mengasihi makhluk hidup, namun juga mengasihi segala jenis tumbuhan, mengasihi semua lingkungan hidup, saat ini kita harus memperhatikan 'pelestarian lingkungan', bergiat dalam 'pelestarian lingkungan' adalah berarti anda mengasihi semua makhluk hidup yang ada di sekitar lingkungan anda, itu sudah berarti melestarikan lingkungan, bukan kasih dalam arti sempit, kasih dalam arti sempit mengasihi satu orang, kita dulu berteman dengan teman wanita, pria akan berkata: 'Dibawah langit ini, aku hanya mencintaimu seorang.' Pria akan mengatakan ini, wanita jangan terlalu yakin. Karena sebelum menikah, apapun berani ia katakan, setelah menikah akan sama seperti yang dikatakan dalam televisi, sebelum menikah 'pian, pian, pian' (berbohong), setelah menikah 'bian, bian, bian' (berubah), begitulah keadaannya, wanita jangan terlalu percaya kata-kata pria, jika anda percaya apa yang dikatakan pria, lebih baik anda percaya ada hantu di dunia ini, (Shizun tertawa, hadirin tertawa, tepuk tangan riuh rendah) juga jangan percaya pada mulut bocor pria.

Ada satu lelucon. Ada seorang pria berkata pada pacarnya: 'Aku hanya mencintaimu seorang!' Suatu hari, istrinya pergi ke pangadilan menuntut cerai, ia berkata: 'Sebelum ia menikah dulu juga mengatakan hanya mencintaiku seorang.' Hakim bertanya padanya: 'Lalu sekarang ia kenapa?' 'Sekarang ia tidak hanya mencintai aku seorang, juga mencintai papaku, mamaku, jadi aku mau menuntut cerai.' Tadi Aku lupa memperkenalkan papa-Ku, papa-Ku juga tamu kehormatan lho! Setiap kali merupakan tamu kehormatan No.1; Anda lihat! Xiang Hua Lei Tsang Temple tidak menuliskan papa-Ku sebagai tamu kehormatan, (Shizun tertawa, hadirin tertawa) namun, saat menceritakan lelucon ini, Aku jadi ingat tadi lupa memperkenalkan, papa-Ku juga tamu kehormatan, papa-Ku adalah Mr. Ershun Lu! Ia tamu kehormatan, ia juga 'suku pencari Budha.' Anda jangan mengira pada saat membuat tatacara Shizun tidak memperhatian rincian; Aku perhatian, tadi pada waktu mengundang para Budha Bodhisatva, kalian mengundang 'Jiang Tai Gong' 「姜太公」, mengapa harus mengundang 'Jing Tai Gong'? Mohon pengurus 'Xiang Hua Lei Tsang Temple' menjelaskannya sebentar, mengapa kalian harus mengundang kehadiran 'Jiang Tai Gong'? (Acharya Lianjie menjawab: untuk kebaikan enam jenis ternak) kebaikan enam jenis ternak harus mengundang 'Jiang Tai Gong', masuk akal juga!

Tahukah anda siapa itu 'Jiang Tai Gong'? 'Jiang Zhiya adalah leluhur generasi pertama keluarga kami marga Lu! Keluarga marga Lu berasal dari marga Jiang nya Jiang Zhiya, leluhur kami adalah Jiang Zhiya, Ia juga orang pertama yang bercerai dalam sejarah Tiongkok. Jiang Zhiya menikah, istrinya bermarga Ma. Kalau yang bermarga Lu (盧)menikah dengan yang bermarga Ma (Kuda, 馬), maka akan menjadi 'Lu' (Keledai, 驢). Untunglah, Jiang Zhiya mengambil orang bermarga Ma ini menjadi istrinya.

Usaha apapun yang dilakukan Jiang Zhiya seumur hidupnya selalu gagal, pada saat musim paceklik, tidak ada nasi untuk dimakan, Ia menjual 'sendok makan'. Pada saat itu, beras pun tidak ada untuk dimakan, bagaimana mau membeli 'sendok nasi' dengan anda? Pada saat paceklik menjual sendok nasi, jadi Ia pulang dengan tangan kosong, lalu babak belur dipukuli istrinya.

Ia juga menjual payung. Pada saat itu musim kering, ia menjual payung, langit tidak turun hujan, sengsaralah ia, jadi pulang ke rumah dan dipukuli lagi oleh istrinya. Jiang Zhiya ini, Ia hanya bisa meramal nasib, Ia meramal nasib dirinya sendiri, mengetahui umur 80 tahun baru berjaya, baru akan menjadi perdana menteri, ia berkata pada istrinya: 'Aku akan menjadi perdana menteri pada umur 80 tahun.' Istrinya berkata: 'Kamu sudah gila!' (Shizun tertawa, hadirin tertawa) Kamu sudah sinting! Menjadi perdana menteri di umur 80 tahun? Bagaimana bisa tidak bercerai dengan dia? Dia sudah gila! Jiang Zhiya itu orang besar! Walaupun Ia adalah orang pertama yang bercerai dalam sejarah Tiongkok, orang yang paling awal bercerai, Ia pernah berkata: 'Mulut ular bambu hijau, sengat tawon kuning, keduanya tidak berbisa, yang paling berbisa adalah hati wanita.' Jadi hari ini Aku tidak hanya berkata mulut bocor lelaki tidak dapat dipercaya, hati wanita juga tidak dapat dipercaya. (Shizun tertawa, hadirin tertawa)

Kita berbicara tentang pantang membunuh, melepas nyawa, Sila pertama Ajaran Budha adalah 'pantang membunuh'. Membunuh, mencuri, berzinah, berbohong dan minum minuman keras, 'membunuh' berada pada urutan pertama. Begitu banyaknya sakit penyakit pada manusia, semua berasal dari karma membunuh, berdasarkan apa yang dikatakan dalam Sutra Budha, sakit penyakit disebabkan karena anda mempunyai hati yang ingin mencelakai dan membunuh makhluk hidup; jadi kita yang belajar Budha Dharma, ada satu Sila Vinaya yang disebut 'Sila memberi manfaat bagi makhluk hidup', yaitu Sila tentang harus berbuat baik, tidak membunuh, melepas nyawa bagi semua makhluk hidup, itulah 'Sila memberi manfaat bagi makhluk hidup' (饒益有情戒).

Sila yang lain adalah 'Sila memiliki kebajikan' (具善戒), harus banyak melakukan perbuatan bajik, demi pengembangan Bodhicitta mu di kemudian hari, suatu perbekalan untuk mencapai buah Bodhicitta di kemudian hari; pantang membunuh dan melepaskan nyawa adalah perbekalan untuk mencapai buah keBudhaan. Karena Budha berkaitan dengan maitri, karuna, mudita dan upeksa (Catur Apramana Citta), 'maitri' adalah memberi kebahagiaan pada orang lain, 'karuna' melepaskan penderitaan makhluk hidup, 'mudita' adalah dengan sukacita melakukan kedua hal sebelumnya; 'upeksa' adalah melepaskan, merelakan dan tiada memperbedakan, saya dengan semua makhluk hidup setara tiada beda, tidak boleh saling mencelakai, ini adalah salahsatu Sila pada seorang Budha. Kita mengumpulkan semua perbekalan kebajikan, perbekalan berkah dan prajna, barulah terlahir di Tanah Suci Budha Ksetra, bahkan sampai dapat mencapai tingkat Tathagata, jadi kita harus melaksanakannya seperti ini.

Memancing ikan tentu saja tidak baik, ada orang yang gemar memancing ikan! Memancing dan memancing! Banyak sekali ikan yang berhasil ia pancing, akhirnya anak dan cucunya semuanya bibir sumbing. 'Aneh sekali, mengapa anak dan cucuku semuanya bibir sumbing?' Setelah ia berpantang membunuh dan melepaskan satwa, akhirnya generasi anak dan cucu berikutnya tidak ada lagi yang bibir sumbing.

Ibu-Ku adalah orang yang berasal dari Xiaochijiao, Xi Yu, Pheng Hu, kakek Ku juga orang Xiaochijiao, Xi Yu, orang Pheng Hu, belakangan pindah ke Ciayi, kakek Ku pindah ke Ciayi, ibu Ku juga pindah ke Cia yi. Pada waktu itu ibu Ku sering menceritakan satu kisah kepada kami, daerah Pheng Hu, Xi Yu, berangin besar, pohon sulit tumbuh, pohon yang tumbuh pendek-pendek, ada satu pohon yang terdapat sarang burung diatasnya, ada lima telur, menetaskan lima anak burung; ada seorang wanita, setiap kali ia lewat di pohon ini, ia melihat mulut anak-anak burung yang menganga minta makan, ia merasa penasaran dan berniat jahat, wanita ini membawa lima buah paku, setiap kali lewat, begitu mulut anak burung itu menganga, ia berikan paku itu untuk dimakan si anak burung, setiap ekor makan sebiji paku, belakangan hari, setelah ia menikah, lahirlah lima orang anak, semua anaknya bisu dan semuanya dengan mulut menganga, mirip dengan mulut anak burung tadi. Pada waktu itu ibu Ku sering menceritakan kisah ini pada kami, Ia mengatakan harus menyebut Nama Budha, menjapa Mantra, makan apapun harus menyebut Nama Budha, menjapa Mantra, Ia sering mengajari Ku satu kalimat: 'Wangsheng Jingtu, Chaosheng Chuku. Namo Amithuofo' (Terlahir di Tanah Suci, terlepas dari penderitaan lahir dan mati, Namo Amitabha Budha!)' Sebelum membunuh nyamuk harus menjapa ini: 'Wangsheng Jingtu, Chaosheng Chuku. Guiyi Namo Amithuofo' (Terlahir di Tanah Suci, terlepas dari derita lahir dan mati, bersarana kepada Namo Amitabha Budha, 往生淨土,超生出苦,皈依南摩阿彌陀佛) Phok! (hadirin tertawa) Karena nyamuk benar-benar sangat ..., kita tidak dapat berbuat lain, harus menjapa kalimat ini, maka Aku belajar dari dia (ibu), setiap kali memukul nyamuk selalu menjapa kalimat ini.

Sekarang lebih baik lagi, pada saat Aku tidur juga menjapa sekali, karena begitu tidur tidak pasti akan bangun kembali, maka terlebih dahulu menjapa: 'Terlahir di Tanah Suci, terlepas dari penderitaan hidup dan mati, bersarana kepada Namo Amitabha Budha! Terlahir di Tanah Suci, terlepas dari penderitaan hidup dan mati, bersarana kepada Namo Amitabha Budha!' Ini adalah doa yang tiap malam sebelum tidur Kuucapkan, adalah tiap hari harus mempersiapkan diri bertumimbal lahir, setiap hari harus seperti ini, ini diajarkan oleh ibu Ku.

Ada seekor kelinci putih, pertama kali pergi memancing ikan, seekor ikanpun tidak terpancing, kedua kali pergi memancing, masih tidak mendapat ikan, ikan apapun tidak ada, pulang dengan tangan hampa, ketiga kali, keempat kali, kelima kali juga tetap sama, samasekali tidak mendapatkan ikan; akhirnya, ada seekor ikan meloncat ke permukaan air, ikan itu berkata kepada si kelinci putih: 'Mohon jangan melemparkan lobak merah, kami tidak makan lobak merah.' (Shizun tertawa, hadirin tertawa) Ia memancing ikan dengan umpan lobak merah. Ini adalah lelucon tentang memancing ikan, karena tadi baru saja bercerita tentang memancing ikan.

Kita tidak boleh memancing ikan, tidak peduli apakah anda memakai umpan lobak merah atau bukan. Di Amerika, dengan apa mereka memancing ikan? Memakai umpan yang terbuat dari karet, tidak seperti kita di Taiwan memancing dengan umpan cacing tanah, sewaktu kecil dulu kami menggali tanah mencari cacing tanah untuk memancing. Waktu itu tinggal di Kaohsiung, mencari cacing tanah, mesti cacing tanah merah yang lebih enak (bagi ikan), cacing tanah hitam kurang begitu enak; Aku waktu kecil juga memancing ikan, dengan umpan cacing tanah merah, lalu ditaburi sedikit dedak, dedak harus digoreng dulu sampai wangi sekali; didalam dedak ditaruh jentik-jentik nyamuk, jentik-jentik nyamuk digoreng bersama dengan dedak, ditaburkan ke cacing tanah merah, ikan akan datang; lalu cacing tanah merah dilepas, tersentak sekali! Dapatlah seekor, setiap kali mengangkat pancing, wah! Dapat seekor lagi.

Pada waktu itu Aku berhasil memancing tidak sedikit ikan, tapi setiap kali pulang dari memancing akan kena pukul! (Shizun tertawa, hadirin tertawa) Kalau bukan dipukul oleh papa, ya dipukul oleh mama. Mama Ku lebih galak dibandingkan dengan papa Ku, papa Ku lebih terus terang, ia mau memukulmu tidak pakai bicara lagi, tidak omong apa-apa lagi, langsung pukul; mama Ku lebih dahsyat, Ia duduk di depan pintu: 'Kamu sudah pulang ya!' Aku jawab: 'Iya! Aku pulang bawa banyak barang, ada ikan, ada udang, ada tiram, Aku bawa satu tong pulang.' Ia berkata: 'Kamu masuk! Aku tidak akan memukul kamu.' Aku percaya apa kata ibu-Ku, lalu Aku masuk...wah! dipukulinya sangat parah, jadi; kata siapapun Aku tidak terlalu yakin. (Shizun tertawa, hadirin tertawa)

Kita harus belajar Budha Dharma, percaya dengan kata-kata Budha, apa kata Budha itu yang sebenarnya! (hadirin tepuk tangan) Orangtua memukulmu itu demi kebaikanmu, anda dipukul tidak boleh ada rasa dendam, karena orangtua takut kamu dekat dengan air, terjadi kecelakaan nanti bagaimana? Jatuh ke dalam sungai bagaimana? Semua demi kebaikanmu. Tidak mau sekolah, dipukul, sudah sepantasnya! Tidak mendengar kata-kata guru, dipukul, sudah sepantasnya! Membolos, dipukul, sudah sepantasnya! Aku dipukul oleh sebab banyak kejadian seperti ini. Saku baju papa Ku sering ada uang, Ku ambil ditaruh di atas lantai, lalu Ku ambil! Aku tidak mencuri ya! Aku mengambilnya dari lantai! (Shizun tertawa, hadirin tertawa) dipukul, pantas didapatkan! Semua ini masalah yang pantas didapatkan. Haiya! Telah melewati masa kehidupan yang begitu panjang, sudah berlalu sangat lama, merasa dipukul pada waktu masih anak-anak itu pantas didapat, jadi, tidak boleh ada dendam, harus menghormati orangtua kita, kepada semua orang, makhluk hidup, bahkan harus memandang makhluk hidup seperti orangtua sendiri. Budha tidak hanya menghormati orangtua-Nya sendiri, tetapi juga menghormati orangtua orang lain, tidak hanya orangtua, bahkan semua makhluk hidup harus dihormati, ini juga termasuk berpantang membunuh, melepaskan nyawa untuk mengumpulkan perbekalan untuk mencapai buah keBudhaan di masa yang akan datang. Kita akan mencapai keBudhaan di masa yang akan datang, akan sampai di Tanah Suci Budha Ksetra, semua ini adalah perbekalan kita, mengumpulkan perbekalan ini, maka anda akan mempunyai cukup berkah dan prajna untuk sampai di Budha Ksetra.
Om Mani Padme Hum.

0 Comment:

Post a Comment